Sukses

BI Rate Turun, BNI Masih Pertimbangkan Pangkas Bunga Kredit

Manajemen BNI menilai kalau likuiditas bagus di pasar maka akan mempertimbangkan untuk turunkan suku bunga.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) telah memutuskan menurunkan suku bunga acuannya/BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 7 persen pada Kamis 18 Februari 2016.

Menanggapi hal itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, mengaku masih mau melakukan perhitungan terlebih dahulu untuk menyelaraskan penurunan bunga kreditnya.

"‎Nanti kita lihat dan hitung lagi, bagaimana tingkat likuiditas di pasar kalau memang masih bagus mungkin kita akan menurunkan suku bunganya," kata Direktur Utama BNI, Achmad Baiquini saat berbincang dengan wartawan yang ditulis, Sabtu (20/2/2016).

Baiquni menambahkan, penghitungan ulang yang dilakukannya karena pada penurunan BI rate sebelumnya, BNI juga sudah melakukan penyesuaian bunga kredit sebesar 25 bps. Penurunan bunga tersebut untuk kredit yang jumlahnya tidak terlalu besar.

Ia mengakui, keputusan penyesuaian suku bunga tersebut sedikit sensitif pada saat ini. Hal ini disebabkan ketatnya likuiditas yang dialami perbankan. Manajemen BNI mengaku akan terus melakukan efisiensi.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang berlangsung pada 18 Februari 2016 memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI rate). Penurunan dilakukan karena ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter semakin terbuka lebar.

Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, RDG BI memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7 persen dari sebelumnya 7,25 persen. "Untuk suku bunga Deposit Facility juga turun jadi 5 persen dan Lending Facility pada level 7,5 persen," jelas dia.

Selain itu, BI juga menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) primer untuk mata rupiah turun 1 persen dari 7,5 persen ke 6,5 persen. Penurunan GWM Primer ini mulai berlaku pada 16 Maret 2016.

Agus melanjutkan, keputusan BI tersebut sejalan dengan pernyataan sebelumnya bahwa ruang pelonggaran kebijakan moneter semakin terbuka dengan terjaganya stabilitas makro ekonomi, serta mempertimbangkan pula dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global setelah kenaikan Fed-Fund Rate (FFR).‎(Yas/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini