Sukses

Kereta Api dan Pelabuhan Jadi Cara Atasi Dwelling Time

Pemerintah terus menargetkan waktu bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan bisa terpangkas agar daya saing meningkat.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya tengah mengupayakan berbagai cara untuk menurunkan waktu bongkar muat kapal (dwelling time) dari 3,6 hari saat ini menjadi maksimal 3 hari.

Beberapa langkah tersebut, di antaranya memungsikan 3 pelabuhan di Banten, serta kejelasan status kereta api (KA) Tanjung Priok-Cikarang Dry Port.

Deputi II Bidang Koordinasi Sumberdaya Alam dan Jasa Kemenko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Agung Kuswandono mengatakan, ada 3 pelabuhan alternatif di Banten yang mampu mengurangi kepadatan maupun beban di Pelabuhan Tanjung Priok. Rencananya, pemerintah akan memberdayakan pelabuhan tersebut.

"Ada 3 pelabuhan di Banten untuk mendukung pengurangan dwelling time di Tanjung Priok, yakni Merak Emas, Ciwandan, dan Cigading. Selama ini ketiganya masih digunakan untuk melayani arus barang bersifat curah, belum kontainer," kata dia saat Konferensi Pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (18/3/2016).


Ia mengaku, Kemenko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya akan menggelar rapat konsolidasi. Rapat ini akan menghadirkan para pemangku kepentingan, seperti Pelindo II, Badan Karantina, Direktorat Bea dan Cukai, perusahaan besar yang berdomisili di Banten dan sekitarnya, operator 3 pelabuhan, serta pemerintah daerah.

"Pelabuhan di Banten, lautnya lebih dalam dibanding Tanjung Priok, jadi seharusnya kapal besar dan kontainer bisa masuk di sana. Dengan begitu, dwelling time dan cost logistik bisa turun," terang Agung, Mantan Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan itu.

Di samping itu, moda transportasi kereta api dari stasiun Jakarta International Container Terminal (JICT) menuju Cikarang Dry Port (CDP) dapat membantu pemangkasan dwelling time. Namun baik JICT, CDP maupun PT Kereta Api Indonesia (KAI) harus berkoordinasi terkait perjanjian kerjasama.

"Ini tidak mudah, karena kita bicara sistem bisnis yang ada unsur profit. Jadi secara administratif kereta apinya bagaimana apakah bagian dari JICT atau bukan, siapa yang bertanggungjawab, dan lainnya. Karena ada pihak KAI, JICT, CDP, jadi penyelesaian masalah kerjasamanya masih harus dibicarakan seperti apa," jelas dia.

Itu karena pengoperasian kereta pelabuhan masih terganjal masalah administrasi. Padahal kereta api ini sudah diujicoba dan dapat segera beroperasi penuh.
     
"Kereta ini belum jadi administratif dari Tempat Penimbunan Sementara (TPS) JICT. Bea Cukai akan berpartisipasi merampungkan regulasi, kalau tidak nanti malah ada dua pembukuan, jadi bukan tambah cepat malah makin lama. Perlu kerjasama juga dengan Kementerian PU, dan Pelindo II," tutur dia. 
 
Dengan langkah ini, Agung berharap, pemerintah dapat menurunkan dwelling time yang ditargetkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari saat ini berkisar 3,5 hari-3,6 hari menjadi tinggal 2-3 hari.

"Jadi kita masih punya pekerjaan besar karena maksimum long stay di pelabuhan 3 hari," jelas Agung. (Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini