Sukses

Serangan Hacker di Industri Keuangan Semakin Kompleks

Pengelolaan data dan teknologi informasi yang tidak benar merupakan celah atau pintu masuk bagi hacker.

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan teknologi informasi selalu diiringi dengan perkembangan kejahatan di dunia maya (cyber crime). Seketat apapun tingkat keamanan dalam sebuah sistem teknologi informasi, para hacker akan selalu mencoba untuk menembusnya. Inilah tantangan ke depan bagi pemerintah, pelaku bisnis, hingga masyarakat untuk menjaga dan melindungi keamanan data supaya terhindar dari kasus pembobolan.

Ketua Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ilya Aviaanti dalam forum diskusi Cyber Security : Opportunities & Challenges, mengungkapkan, perkembangan teknologi informasi di sebuah industri tidak bisa lagi dibendung. Peluang tersebut muncul seiring maraknya kehadiran bisnis baru yang mengandalkan teknologi informasi, seperti bisnis start up, e-commerce, dan lainnya.

"Di sini peran serta dari lembaga keuangan‎ untuk memfasilitasi bisnis tersebut tumbuh dan berkembang. Sementara OJK bertugas mempercepat literasi keuangan, termasuk menggunakan teknologi informasi,"paparnya di Gedung Menara Merdeka, Jakarta, Selasa (29/3/2016).

Menurut Ilya, industri perbankan selalu diserbu ancaman cyber crime. Pengelolaan data dan teknologi informasi yang tidak benar merupakan celah atau pintu masuk bagi orang-orang tidak bertanggungjawab mengakses segala informasi perusahaan atau pribadi seseorang.

"‎Dengan satu enter saja, uang triliunan rupiah bisa terkuras, mobil bisa tabrakan, dan kejadian lainnya yang menunjukkan betapa kejamnya dunia cyber jika tidak dikelola dengan baik," terangnya.

Director PwC Indonesia, Handikin Setiawan mengatakan, kemajuan ekonomi, teknologi informasi ‎memunculkan risiko kejahatan cyber. Beruntung, sambungnya, kejahatan cyber di Indonesia belum menyebabkan ancaman jiwa, listrik, nuklir mengingat ancaman tersebut lebih banyak menyerang industri jasa keuangan nasional.

"Cyber risk memang sangat kejam. Namanya hacker bukan orang bodoh, tapi mereka orang-orang pintar karena jumlah serangan hacker semakin meningkat dan kompleks," tutur Handikin.

Kejahatan dunia maya atau cyber crime, diakuinya, telah menyerang Bank Sentral Bangladesh. Sebanyak US$ 81 juta atau ‎Rp 1,06 triliun melayang dibobol hacker. Akibat kejadian pembobolan itu, dua deputi bank sentralnya dipecat, dan Gubernur Bank Sentral Bangladesh mengundurkan diri.

Kasus tersebut bisa menjadi pelajaran bagi seluruh negara termasuk Indonesia untuk menangkal serangan tersebut. Pasalnya kejahatan dunia maya sangat berdampak besar terhadap industri.

"Kita harus meningkatkan kapabilitas untuk menanggulangi cyber crime karena nge-hack bukan cuma dari komputer tapi sekarang sudah membidik teknologi ponsel. Jadi password tidak cukup lagi sebagai pengaman," kata Handikin.

Sementara Mantan Direktur Utama PT Telkom Tbk Setianto P Santosa mengatakan kejahatan dunia maya dapat menyerang siapapun meski ada klaim bahwa teknologi informasi sebuah negara maupun industri sudah sangat canggih sehingga tidak mampu dijebol hacker.

"Wong CIA (Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat) saja bisa dibobol. Jadi perbankan pun tidak bisa mengklaim sistem IT canggih, tapi ingat yang mengerjakan vendor dan pihak ketiga bisa saja berbuat demikian. Jadi sangat rawan, dan kita harus sadar mengenai hal itu," imbaunya.

Namun Setianto menyayangkan bahwa Indonesia belum mempunyai Undang-undang (UU) yang mengatur cyber crime padahal penetrasi ponsel sudah lebih dari 100 persen. Jumlah ponsel di Indonesia melebihi basis penduduk Negara ini. "Kita belum punya UU cyber crime padahal satu orang saja punya dua ponsel," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini