Sukses

RI Pantas Naik Peringkat ke Level Layak Investasi

Indonesia perlu mengejar ketertinggalan pencapaian rating investment grade dari Singapura, Malaysia dan Thailand.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) sibuk menyambut delegasi lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's (S&P) sejak kemarin (9/5/2016). Harapannya hanya satu, agar outlook peringkat Indonesia naik dari posisi positif ke level layak investasi (investment grade).

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengaku, kunjungan S&P ke Indonesia merupakan suatu hal yang wajar. Dia pun mempunyai harapan peningkatan rating investasi Indonesia. "Itu biasa (kunjungan). Nanti kita lihat lah, mudah-mudahan investment grade," paparnya di Jakarta, Rabu (11/5/2016).

Terpisah, Pengamat Valas, Farial Anwar mengatakan, Indonesia perlu mengejar ketertinggalan pencapaian rating investment grade dari Singapura, Malaysia dan Thailand. "Di banding tiga negara itu, kita tertinggal. Mereka sudah meraih investment grade lebih dulu," ucapnya saat dihubungi Liputan6.com.

Dengan upaya yang sudah dilakukan pemerintah, Farial memperkirakan S&P akan menaikkan peringkat investasi Indonesia dari positif ke investment grade. Sinyal tersebut sudah ditunjukkan lembaga pemeringkat ini dengan langsung mengunjungi Presiden Jokowi.

"Saya perkirakan mereka (S&P) sudah punya tujuan datang ke Indonesia dan menemui Presiden. Mereka sudah memberikan sinyal, mungkin akan diperbaiki peringkat investasi Indonesia sehingga meningkatkan daya tarik bagi pasar keuangan," jelas Farial.

Pelaku pasar atau investor, diakui dia, pasti mempertimbangkan peringkat investasi suatu negara sebelum menanamkan modalnya atau berinvestasi di sektor riil maupun portofolio investasi, seperti surat utang.

"Pelaku pasar keuangan sebelum beli saham dan surat utang, pasti melihat apakah negara itu masuk investment grade. Kalau tidak, jualan surat utang susah, ada potensi kerugian. Tapi dengan investment grade, potensi investasi akan masuk lebih banyak," katanya.

Lebih jauh Farial menambahkan, sebagai lembaga pemeringkat, S&P bertugas memberikan analisis risiko sebuah negara dari sisi politik, ekonomi, termasuk risiko kredit. "Jadi investor bisa tahu kalau saya beli surat utang di suatu negara atau sebuah perusahaan, default (gagal bayar) tidak," dia memaparkan.

Beruntung, dia mengaku, Indonesia tidak seperti negara lain di zona Eropa seperti Yunani, Amerika Latin maupun Afrika yang memiliki risiko gagal bayar tinggi.

"Jadi kalau beli surat utang di Yunani misalnya, pasti tidak mampu bayar karena pendapatannya rendah tapi utangnya banyak. Nah kita tidak dalam kategori seperti negara tersebut," pungkas Farial. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini