Sukses

Komentar Dirjen Pajak soal Dampak Wajib Lapor Kartu Kredit

Penutupan kartu kredit menjadi modus baru nasabah setelah mendengar aturan kewajiban bank serahkan data transaksi kartu kredit.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak/Ditjen Pajak Kementerian Keuangan enggan percaya dengan informasi yang beredar aturan wajib lapor data transaksi kartu kredit telah memicu maraknya penutupan dan turunnya transaksi kartu kredit.

Padahal Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Tbk sudah mengalami dampak langsung dari pemberlakuan aturan tersebut. Terjadi kenaikan penutupan kartu kredit hingga tiga kali lipat, serta menurunnya transaksi dari Rp 147 miliar menjadi Rp 120 miliar per hari.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu, Ken Dwijugiasteadi mempertanyakan fakta dengan imbas aturan itu. "Kata siapa? Itu kata berita. Faktanya mana?," ujar Ken usai Pelantikan Pejabat Eselon II di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (20/5/2016).

Penutupan kartu kredit menjadi modus baru nasabah setelah mendengar aturan kewajiban perbankan penerbit kartu kredit menyerahkan data transaksi kartu kredit kepada Ditjen Pajak. Tujuannya untuk menghindari pelacakan transaksi harian kartu kredit. Kemudian, kata Ken, nasabah membuka kartu kredit baru.  


"Itu mereka menutup (kartu kredit), lalu buka lagi biar tidak terlacak. Jadi biar tidak kelihatan," tambah Ken.

Sejauh ini, dia bilang, perbankan sangat patuh melaporkan data transaksi kartu kredit sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 39/PMK.03/2016. Kewajiban itu berlaku untuk 23 bank paling lambat disampaikan 31 Mei 2016.  
 
"Berjalan dengan lancar, tidak ada masalah. Semua patuh, dan tidak ada keluhan ke saya. Karena kita ambil data transaksinya, jadi jangan dimasalahkan orang pajak minta data. Itu sudah kewajiban UU," jelas Ken.

Meski imbas aturan pelaporan data transaksi sudah cukup meluas, Ken menegaskan tidak akan merevisi PMK tersebut.

"Tidak dong (revisi). Kalau perlu ditambah. Sebab yang dimaksud objek pajak adalah semua tambahan kemampuan ekonomis. Artinya kalau kamu bisa beli, ya berarti punya kemampuan ekonomis," ujar dia. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini