Sukses

3 Kementerian Kerja Sama Tingkatkan Kapasitas Irigasi

Pengelolaan model lama yang dilakukan lembaga pemerintah secara parsial berdasarkan tugas pokok dan fungsi lembaga terbukti kurang efektif.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK), dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) menjalin kerja sama untuk menjamin kebutuhan air irigasi. Langkah ini dilakukan untuk mendorong peningkatan hasil pertanian nasional.

Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur, Ani Andayani mengungkapkan, kerja sama yang dilakukan antara ketiga kementerian tersebut adalah memulai kegiatan investigasi dan design pengelolaan sistem irigasi di lahan tadah hujan, lahan dengan irigasi sederhana dan lahan kering yang telah ditetapkan fokus di lahan seluas 4 juta hektare di seluruh Indonesia.

"Menteri Pertanian telah menginstruksikannya pada sebuah pertemuan khusus agar segera dilaksanakan gerakan nasional tentang panen air ini dan siap sediakan dana sekitar Rp 10 triliun pada 2016," Ungkap Ani dalam keterangan tertulis, Senin (30/5/2016).

Menurutnya, kegiatan investigasi dan design tersebut implementasinya oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian dan kemudian diharapkan menjadi design masukan bagi Master Plan irigasi yang sedang disusun Kementerian PUPR.

Ani melanjutkan, Indonesia bisa meniru Tunisia dalam mendistribuskian air dan memanfaatkannya. "Air irigasi bagi pertanian di sana yang relatif lebih sulit didapat karena air tanah dalam saja baru bisa didapat dari 3000 meter kedalaman, airnya dapat termanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan efektif di mana Tunisia kita kenal sebagai eksportir kurma dan olive oil dunia," ujar Ani.

Untuk itu, seperti halnya di Tunisia, menjadi inspirasi bagi Indonesia untuk melibatkan Pemerintah Daerah (Pemda) secara aktif agar pemanfaatan air irigasi di tingkat lapangan menjadi semakin mantap. Kementerian Pertanian berinisiatif mengawalinya dengan merancang ada Gerakan Nasional untuk pengelolaan irigasi ini.

"Seyogyanya, harus didorong dan didukung kuat oleh pihak terkaitnya terutama mulai dari hulunya oleh Kemen LHK, master plan-nya oleh Kementerian PUPR dan destinasi akhir di petani oleh Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Pemda setempat," kata Ani.

Model ini merupakan sebuah investasi jangka panjang sehingga parasarana irigasi merupakan aset atau modal bagi petani mencapai swasembada pangan berkelanjutan tidak terhenti hanya karena adanya program saja.

Untuk tercapainya sebuah keberlanjutannya, menurut Ani, kegiatan Training of Trainer (TOT), pelatihan, sosialisasi, pengawalan dan pendampingan menjadi penting dan strategis termasuk perihal MRO nya yakni maintenance (pemeliharaan), repair (perbaikan) dan overhaul (penggantian sebuah alat atau bahan yg malfungsi) agar aset tersebut bisa tetap efektif.

Di samping itu, pengelolaan model lama yang dilakukan lembaga pemerintah secara parsial berdasarkan tugas pokok dan fungsi lembaga masing-masing terbukti kurang efektif dalam mengatasi masalah irigasi ini. Kementerian PUPR sebagai pengelola irigasi di level primer dan sekunder sering dalam praktiknya tidak selaras dgn level tersier yang menjadi tanggung jawab pertanian.

Hal ini disebabkan karena kegagalan dalam mengembangkan kelembagaan pengelolaan air irigasi partisipatif disampingnya dana yang terbatas untuk operasional dan pemeliharaannya. Oleh karena itu ke depan, selain harus terintegrasi antar lembaga pemerintah, penanganan irigasi harus melibatkan seluruh stakeholder terkait secara efisien dan terpadu dalam suatu bentuk harmonisasi sistem irigasi bagi swasembada pangan berkelanjutan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.