Sukses

Menteri Susi Jadi Pelopor Pemberantasan Pencurian Ikan Global

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebutkan kerugian ekonomi nasional mencapai US$ 20 miliar dari pencurian ikan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti menjadi satu-satunya delegasi negara yang menyuarakan pencurian ikan teroganisir atau Transnational Organized Fisheris Crime/TOFC) sebagai kejahatan yang sedang berkembang dan harus diberantas.

Pernyataan mengenai perlawanan pencurian ikan tersebut diutarakan pada pembukaan sidang ke-25 the Commision on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ) di Wina Austria pada 23 Mei 2016.

"Dalam hal ini saya mempromosikan, satu-satunya negara sebagai kepala delegasi RI yang mempromosikan ilegal fishing atau fisheries crime sebagai transnasional organized crime,"‎ kata dia di Komplek Kediaman Menteri Jalan Widya Chandra Jakarta, Rabu (1/6/2016).

Susi menjelaskan, kerugian dari pencurian ikan sangat besar. Di antaranya, kerugian ekonomi nasional yang mencapai US$ 20 miliar, penurunan jumlah nelayan dalam 10 tahun (2003-2013) dari 1,6 juta nelayan hanya menjadi 800 ribu nelayan.


Dalam kesempatan itu, Susi juga menceritakan pengalaman kejahatan perikanan di Indonesia yang terkait dengan kejahatan lain. Karena itu, pencurian ikan mesti menjadi isu penting semua negara.

"Banyak pihak yang melakukan kejahatan perikanan ini terlibat pula dalam aktivitas kejahatan transnational terorganisir lainnya seperti pencucian uang, suap, penyelundupan obat-obat terlarang, perdagangan orang, kejahatan perpajakan, penyelundupan barang-barang, dan penyelundupan satwa langka," jelas dia.

Dia menuturkan, hasil sidang CCPCJ ke 25 itu antara lain, penguatan tentang pentingnya usaha pemberantasan TOFC. Kemudian, perluasan dukungan pemberantasan TOFC dari negara anggota PBB dan komunitas internasional.

Kemudian, lanjut Susi, hasil sidang tersebut juga menyatakan adanya rencana rancangan resolusi (ranres) pada sidang CCPCJ ke 26 tahun 2017 untuk kemudian disahkan dalam United Nations General Assembly (UN GA).

"Kalau sudah transnasional seperti terorisme dan lain-lain sudah standar penanganannya di seluruh dunia. Semua negara adjust dan punishment tidak ada yang beda-beda," ujar dia. (Amd/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.