Sukses

Inggris Keluar dari Uni Eropa, Apa Pengaruhnya ke Ekonomi RI?

Isu Inggris keluar dari zona Uni Eropa kian mengguncang perekonomian dunia, setelah kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS)

Liputan6.com, Jakarta - Isu Inggris keluar dari zona Uni Eropa kian mengguncang perekonomian dunia, setelah kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan berlangsung pada Juni ini. Pemerintah bersyukur bahwa ekonomi Indonesia masih mengecap pertumbuhan dengan estimasi 5,2 persen pada 2016.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menganggap bahwa perekonomian dunia sedang dalam kondisi abnormal atau tidak normal. Ketidakpastian tersebut karena berbagai kejadian maupun kebijakan yang diambil pemerintah masing-masing negara guna menjaga pertumbuhan ekonominya.

Salah satu isu paling hangat seputar rencana Inggris yang memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa atau dikenal dengan istilah brexit. Keputusan ini bukan tanpa alasan, karena tujuan pemerintah Inggris hengkang dari zona Euro untuk menghentikan ketergantungan negara-negara Uni Eropa terhadap ekonomi Inggris.

“Isu brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa) membuat situasi ekonomi betul-betul tidak normal. Jangan lupa London itu adalah pusat beberapa bursa komoditas, baik logam maupun sumber daya alam lainnya,” ujar Darmin saat ditemui di kantornya, seperti ditulis Jumat (17/6/2016).

Sayangnya, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu belum dapat meneropong dampak brexit ke ekonomi Indonesia, termasuk risiko keluarnya aliran modal (capital outflow).

“Semua belum tahu persis apa dampaknya, begitu pula ke Indonesia dan pasar sumber daya alam. Terlalu dini untuk menilainya. Kalau Amerika yang keluar, mungkin lebih besar (capital outflow). Tapi kalau Inggris, dampaknya tidak besar,” jelas Darmin.

Dia mengatakan, Indonesia perlu bersyukur dengan catatan pertumbuhan ekonomi lebih baik dibanding negara lain. Ekonomi Indonesia masih sanggup bertumbuh di atas 5 persen di tengah pelemahan ekonomi dunia.

“Meski surplus perdagangan Mei yang lebih kecil dibanding bulan sebelumnya, kita patut bersyukur masih bisa menjaga pertumbuhan walaupun tidak ideal, tapi tidak jelek,” ucap Darmin.

Darmin memperkirakan, pertumbuhan ekonomi nasional bisa berada pada rentang 4,9 persen-5 persen di kuartal II 2016. Bahkan potensi tumbuh lebih tinggi di 5,1 persen sangat terbuka lebar karena ada kontribusi momen puasa dan Lebaran. “Bisa saja ekonomi tumbuh 5 persen-5,1 persen bukan tidak mungkin dicapai,” tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.