Sukses

Harga Rokok Jadi Rp 50 Ribu, Penerimaan Negara bakal Bertambah?

Sekitar 70-80 persen dari produksi rokok justru digunakan untuk biaya di luar produksi seperti pajak dan cukai.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai harus memiliki kajian objektif jika ingin mewujudkan rencana untuk menaikkan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus.

Pemerintah harus memastikan jika pengendalian konsumsi rokok berkurang dan di sisi lain penerimaan negara meningkat.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menerangkan, ‎esensi dari kenaikan harga rokok dalam hal ini adalah menaikkan tarif cukai, paling tidak ada tiga hal. Antara lain, pengendalian konsumsi rokok, penerimaan negara, dan lapangan pekerjaan.

‎Enny mengatakan, dengan harga rokok Rp 50 ribu, berarti pemerintah harus menambah cukai secara masif. Seiring itu pemerintah juga harus mampu mengendalikan peredaran rokok ilegal.

Di negara seketat Singapura, Enny mengatakan, kenaikan cukai langsung berimbas pada meningkatnya peredaran rokok ilegal. Harga rokok Rp 50 ribu dikhawatirkan justru memicu harga rokok murah dengan adanya peredaran rokok ilegal.

"Kalau cukai tinggi, jangankan Rp 50 ribu posisi sekarang bukannya produksi kurang justru meningkat. Legal bisa berkurang, ilegal justru naik," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat (19/8/2016).

Apabila kondisinya demikian, maka rencana pemerintah untuk mengendalikan konsumsi rokok dianggap tidak berhasil. "Dengan lemahnya enforcement, merebaknya rokok ilegal, membuat harga rokok semakin murah," ungkap dia.

Dari sisi penerimaan negara, Enny meminta berkaca pada pengalaman tahun sebelumnya. Dia bilang, dengan kenaikan cukai cukup signifikan maka penerimaan negara justru berkurang. Artinya, rencana pemerintah untuk menaikkan pendapat negara masih perlu pengkajian mendalam.

"Ternyata tidak untuk pertumbuhan penerimaan negara, kalau secara nominal iya. Sebelumnya Rp 112 triliun, terakhir sekitar Rp 140 triliun. Pertumbuhan tahun ke tahun turun karena dinaikkan terlalu tinggi," jelas dia.

Enny melanjutkan, sekitar 70-80 persen dari produksi rokok justru digunakan untuk biaya di luar produksi seperti pajak dan cukai. Adanya kenaikan cukai yang signifikan maka akan menambah beban industri.

Dia khawatir, dengan kenaikan cukai akan berimbas pada kelangsungan hidup industri rokok dan kesempatan kerja masyarakat.

"‎Kesempatan kerja terganggu, padahal itu yang kita punya. Benar industri rokok low ekspor, tetapi industri ini low impor juga," tandas dia.(Amd/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini