Sukses

Bisnis Kuliner Sehat, Pria Ini Reguk Omzet Puluhan Juta Rupiah

Hanny Susilo Amadeus menuturkan kalau menjalani usaha kuliner sehat berbeda dengan usaha kuliner biasanya.

Liputan6.com, Yogyakarta - Menjamurnya restoran junk food, sempat membuat Hanny Susilo Amadeus (56) prihatin. Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi junk food akan membahayakan tubuh karena zat adiktifnya dapat memicu kanker.

Hal itulah yang mendorongnya membuka Warung Makan Sehat Mie Lethek Bantul Mbah Mendes. Bermodalkan dana patungan bersama adik-adiknya, dia pun bertekad untuk serius menjalani bisnis kuliner ini.

"Ya memang ini bisnis baru yang saya jalani, sekitar dua tahun. Sebenarnya dulu awalnya sudah dilakoni sama mbah putri, dilanjut dengan bulek (tante), lalu saya dan adik-adik adalah generasi ketiga. Tapi warung yang kami jalani sekarang pengennya mengembalikan keaslian rasa tanpa micin (penyedap rasa), seperti waktu mbah dulu," kata Hanny kepada liputan6.com saat ditemui di Warung Mie Lethek Mbah Mendes di Jalan Ringroad Utara, Maguwoharjo, Caturtunggal, Depok, Sleman, DI Yogyakarta.

Hanny menuturkan, menjalani usaha kuliner sehat memang berbeda dengan usaha kuliner biasanya. Rasa makanan bisa enak karena dimasukkan bumbu penyedap Monosodium Glutamat (MSG), sementara jika bisnis makanan sehat maka makanan harus bebas dari segala macam bahan MSG, boraks dan bahan-bahan berbahaya lainnya.

"Kalau generasi kedua, waktu itu saya tanya almarhumah bulek saya, bagaimana supaya makanan enak, dulu mbah pake apa? Ya jawabnya simpel, wes (sudah) pokoknya ora (tidak) enak kalau tanpa mecin, pakai moto aja, nggak usah coba-coba. Tapi saya nggak mau, tetap coba-coba, pakai gula, bawang putih, miri, gimana supaya enak hingga ketemu formulanya sekitar 3-4 tahunan ini, ya memang kita nggak rutin nyarinya, iseng-iseng denger ini itu nyobain. Tanya sana-sini, pokoknya macem-macem, akhirnya memberanikan diri, saya peloporin untuk buka lagi bisnis ini," ujar dia.

Saat akan melanjutkan membuka usaha mie lethek lagi, ayah satu anak ini bercerita, pemilihan mie sempat diperdebatkan bersama keluarga. Adik-adiknya ingin menggunakan bahan mie kuning, sementara yang lainnya juga ingin menggunakan soun.

"Saya ngomong kalau mie kuning mayoritas pake boraks, karena kalau tidak pakai boraks, itu harus tiap hari bikin, repot, dan tidak tahan lama, di satu sisi juga tidak kenyal, yang bikin kenyal dan awet itu boraksnya, kalau soun saya cari tahu dan waduh terus terang pemutihnya banyak banget. Akhirnya pakai mie lethek dari Bantul," kata Hanny.

Pemilihan mie lethek sendiri, lanjut suami dari Endang Sujiati Rahayu ini mengaku baru mendengar ceritanya belum lama.

Awal mulanya dulu hampir setiap tempat di Kota Gede, Yogyakarta ada mie lethek, dibuat pada zaman masa paceklik, sekitar tahun 1940an, saat gandum tidak ada dan masyarakat hanya punya banyak ketela. Selain itu pembuatannya juga merepotkan karena harus menggunakan tenaga yang besar, yakni tenaga sapi

"Sebenarnya prosesnya pembuatannya panjang banget. Proses terakhir jemur matahari, kalau jemur matahari bagus hingga kering, satu tahun lebih pun mie ini tahan, tapi kalau jemurnya tidak kering paling hanya 4-5 bulan sudah nggak kuat. Nah proses pembuatan mie lethek ini proses yang paling ribet dan susah di antara semua mie, karena ada 8-9 step yang harus dilalui, pertama tapioka, dan gaplek direndam bersamaan, kemudian dikukus, didiamkan, lalu dua bahan itu yang masih berbentuk tepung dicampur lagi dengan cara digiling. Tahap ketiga setelah digiling, dipress baru di cetak. Baru dikukus lagi untuk kedua kalinya, setelah dikukus direndam air, dicuci lagi, kemudian ditiris, setelah tiris baru jemur, stepnya panjang banget," tutur Hanny.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jual Menu Nasi Goreng


Selain mie, di warung milik pria kelahiran Yogyakarta, 17 Februari 1960 ini, juga menjual menu nasi goreng yang mana nasinya juga sehat karena berbahan jagung dan tidak mengandung gluten, sehingga aman dikonsumsi bagi penderita diabetes. Pemilihan nasi jagung ini pun ternyata punya cerita unik tersendiri.


"Setelah buka warung mie, kan pengennya ada nasi goreng, tapi saya tidak kepengen beras biasa, saya pernah pakai organik nggak jadi, nasinya lembek dan tidak enak, kurang baguslah dibilang. Nasi goreng lembek kan jadi kayak bubur, akhirnya tidak saya pakai. Nah waktu itu ada mantan Walikota Depok Nurmahmudi Ismail datang ke warung, ajudannya ngomong kalau mau nyoba makan di sini. Tadinya saya tidak ngeh (sadar), wajahnya kayak pernah lihat, ternyata Walikota Depok. Akhirnya saya persilakan masuk, dan dia ngomong saya ingin membuktikan ini memang tidak pakai mecin, saya masak sendiri boleh? Ya saya persilakan, kemudian setelah masak dan makan, beliau bilang kenapa nggak ada nasi gorengnya, ya saya ceritakan saja. Dia kemudian menyarankan kenapa tidak pakai beras jagung? Saya bilang saya pernah nyoba juga beras jagung yang dari binaan UGM, tapi karena lembut sekali jadi terasa seret jagungnya. Akhirnya dia memberitahu salah satu merek beras jagung dan saya cicipi, rasa jagung sama seretnya udah tidak ada, nah ini cocok, ya saya pakai beras jagung yang dibilang Pak Nurmahmudi,” jelas Hanny.

Untuk mengenalkan Warung Sehat Mie Lethek Mbah Mendes, lanjut Hanny, awalnya memang karena promosi dari mulut ke mulut. Terbukti hal itu efektif, semakin lama jadi semakin banyak yang mengenal warung kuliner sehat miliknya, hasilnya dengan tiga cabang warung miliknya pun bisa mencapai omzet sekitar Rp 80 juta per bulannya.

Menu makanan mbah mendes

"Alhamdulilah semakin lama orang semakin tahu apa sih ini, waktu itu juga pernah diliput dan masuk tv jadi orang mulai ngelirik juga, dibantu sama FB, medsos, dan di tahun ini jadi semakin banyak dikenal orang. Usaha dibilang naik turun, ya pasti ada, awal-awal memang selalu nombok, tapi sekarang sudah membaik, kalau pendapatan yah memang nggak tentu dan nggak bisa dipastikan, tapi kotornya bisa mencapai Rp 80 juta/bulan. Dulu kan modalnya saya patungan sama adik-adik, pinjam bank juga untuk perluasan dan akhirnya bisa membaik sampai sekarang," kata pria yang murah senyum ini.

Dalam berbisnis, Hanny mempunyai prinsip harus ulet, tangguh dan berani, apalagi dengan memilih berbisnis kuliner, keadaan sepi atau ramai harus bisa bertahan. Ia juga selalu mencari cara bagaimana agar menarik pelanggan.

"Sebisa mungkin bagaimana kita buat agar warung bisa ramai. Kalau ngeluh down, saya kira mungkin nggak bisa bertahan. Dan yang pasti saya percaya dengan bantuan yang di atas, apalagi dengan kita berpikiran positif akan menambah rezeki kita, pokoknya kita jangan sampai berpikiran negatif dulu hingga itu yang akan buat kita down, jadi intinya segala sesuatu yang penting harus berpikiran positif saja," ujar dia. (Dhita K/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini