Sukses

Sri Mulyani Minta Google Buka Data Laporan Keuangan

Apabila Google mangkir memberikan data elektronik yang diminta, Ditjen Pajak akan menaikkan status pemeriksaan Google.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati meminta pihak Google membuka dan menyerahkan data laporan keuangan elektronik kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan. Jika tidak, Google bisa terancam denda 400 persen dari utang pajak sampai diseret ke penjara.

Hal itu diakui Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv. Kata Haniv, Menkeu Sri Mulyani meminta Google terbuka dengan seluruh laporan keuangannya supaya petugas pajak dapat mengkalkulasi pajak dengan baik dan benar.

"Bu Menteri minta Google open book. Namanya pemeriksaan ya harus open book. Pembukuan keuangan toling diberikan sehingga petugas pajak bisa menghitung pajak dengan benar. Kalau pembukuan belum diberikan bagaimana kita mau negosiasi," jelasnnya di Jakarta, Rabu (21/12/2016).

Menurutnya, pihak Google berjanji melaporkan pembukuan atau laporan keuangan dalam bentuk data elektronik, namun sampai saat ini belum diberikan kepada Ditjen Pajak. Selama ini laporan keuangan yang diterima Ditjen Pajak dari Google dalam bentuk tertulis. Laporan keuangan tertulis ini pun diduga tidak seluruhnya mencantumkan pendapatan usaha Google di ‎Indonesia.

"Kalau dihitung pendapatan yang dilaporkan ke kita cuma Rp 3 triliun di 2015 saja. Kita mau cek, karena sebenarnya kalau dari asosiasi bisa mencapai Rp 6 triliun, jadi mereka baru separuhnya yang dia kasih. Makanya kita minta datanya, mana bukti data pendukung. Masa file elektronik saja lama sekali," paparnya.

"Harusnya kan Google malu masa diminta file elektronik butuh waktu bulanan. Kalau kita cari data di internet saja kapasitas terabyte paling lama 1-2 jam, masa sekelas Google berbulan-bulan," tegas Haniv.

Dia berucap, jika Google memberikan data laporan keuangan tersebut di tahun depan, Ditjen Pajak akan melakukan perhitungan kewajiban yang harus dibayar Google. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu juga harus membayar denda atau sanksi bunga 150 persen dari utang pajaknya.

Apabila Google mangkir memberikan data elektronik yang diminta, kata Haniv, Ditjen Pajak akan menaikkan status pemeriksaan Google pada tahapan investigasi penuh atau full investigation di Februari 2017 dari sebelumnya status preliminary investigation atau proses bukper.

"Bulan Februari bisa full investigation dengan kewajiban membayar utang pajak ditambah sanksi 400 persen. Itu karena tidak ada niat baik kerjasama oleh kita untuk di audit, seperti Wajib Pajak tidak mau diperiksa, tidak mau kasih lihat pembukuan, melawan kita, itu bisa dilakukan full investigation," dia menjelaskan.

Haniv menegaskan, pihak Google dapat diseret ke penjara apabila tetap tidak mau memenuhi kewajibannya soal data. Hal ini akan mencoreng citra Google di mata dunia. "Kalau dia tidak bayar pajak juga, ya bisa di penjara. Kan malu kalau sampai di penjara," ujarnya.

Lebih jauh lanjutnya, model pemeriksaan yang sedang dijalankan Ditjen Pajak kepada Google tengah mendapat perhatian dunia. "Model pemeriksaan kita lagi dilihat negara lain. Kalau Google terbuka, lalu kita kenakan pajak dan diekspos, model pemeriksaan kita bisa ditiru dunia, lalu habislah Google," pungkas Haniv. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini