Sukses

Jawaban Menko Luhut ke Bos S&P Soal Isu Radikalisme di Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan telah membuka pandangan Presiden Standard & Poor's (S&P), John Berisford soal isu radikalisme di Indonesia. Pernyataan yang dilontarkan Luhut, salah satunya sukses meyakinkan bos lembaga internasional ini untuk menaikkan peringkat Indonesia menjadi investment grade, pekan lalu.

Luhut bertemu dengan Berisford saat kunjungan kerja ke Washington, bulan lalu. Perhatian Berisford terfokus pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta yang saat itu menjadi sorotan dunia karena dibalut dengan isu penodaan agama.

Hal tersebut ditanyakan langsung Berisford kepada Menteri Luhut, seperti yang tertuang dalam keterangan resmi Luhut di Jakarta, Kamis (25/5/2017).

Berikut isi percakapan lengkap antara Luhut dan Berisford, hingga pandangannya mengenai kondisi dan situasi politik maupun ekonomi Indonesia akhir-akhir ini:

"Apakah pilkada Jakarta telah mengubah Indonesia menjadi radikal? Topik ini menjadi perhatian internasional. John Berisford, President of Standard and Poors Global Ratings (S&P), adalah salah satu yang menanyakannya langsung ketika kami bertemu di Washington bulan lalu.

Pertanyaan tersebut saya jawab dengan, "tidak!."

Saya kemudian menjelaskan bahwa strategi pembangunan pemerintah Indonesia tidak mengacu pada pertumbuhan ekonomi semata, tapi juga pada kesetaraan. Hal ini penting karena radikalisme adalah buah dari kemiskinan dan ketidakadilan.

Contoh program pemerataan yang sudah dijalankan pemerintah adalah pendistribusian dana desa ke lebih dari 74.000 desa di seluruh Indonesia. Kesenjangan berhasil dikurangi, tapi pemerintah butuh uang untuk tetap terus menjalankannya.

Salah satu jalan mendapatkan uang adalah melalui investasi. Untuk dapat lebih dipercaya investor dunia, rating investment grade dari S&P menjadi penting untuk menurunkan cost of fund misalnya. Masalahnya, credit rating Indonesia bulan lalu masih BB+, hanya 1 notch di bawah investment grade.

Melihat kondisi ini, saya kemudian mengembalikan pertanyaan tersebut kepada John, "Jadi kalau kamu nggak kasih investment grade ke Indonesia, kamu sama saja membantu menghidupkan radikalisme di Indonesia."

Mendengar itu, John kontan terloncat sembari berkata, "Ok, I will evaluate."

Harus kita syukuri bahwa minggu lalu akhirnya Indonesia memperoleh investment grade dari S&P, pertama sejak zaman Orde Baru 1996. Tidak hanya itu, transformasi Indonesia juga ditandai dengan cadangan devisa yang tembus di atas US$ 124 miliar, tertinggi sepanjang sejarah Republik ini berdiri. Laporan keuangan pemerintah mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pertama sejak 2002. Tentu ini semua hasil kerja keras pemerintah Indonesia dan banyak pihak.

Satu hal yang sangat penting, dari John saya justru melihat bahwa orang asing saja bisa peduli dengan keutuhan Indonesia. Lantas bagaimana dengan kita sendiri?

Kita semua berduka dan menyesalkan terjadinya aksi teror di Kampung Melayu semalam. Tidak seharusnya sesama Warga Negara Indonesia justru saling menciderai.

Maka sebaiknya kita sama-sama menjaga agar kejadian serupa tidak terulang. Mari ikut berkontribusi dengan menciptakan keadilan di sekitar kita. Seperti saya sampaikan kepada para investor yang saya temui awal minggu ini, bahwa pengusaha jangan hanya sibuk memperkaya diri. Tapi buatlah program-program CSR yang memperbaiki pendidikan di sekitarnya dan membangkitkan ekonomi kecil dalam bentuk plasma-plasma. Tingkatkanlah penggunaan produk lokal dalam industri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kecil dan menengah.

Jangan juga sebarkan berita-berita negatif lewat sosmed ataupun WA, tapi sebarkanlah confidence bahwa kita bisa menjadi bangsa yang lebih baik.

Jika beberapa hari yang lalu kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional, maka ini adalah saatnya kita benar-benar bangkit dengan mulai dari hal-hal kecil yang konkrit sesuai dengan kapasitas kita.

*Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Kemaritiman*

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini