Sukses

Strategi Investasi Saat Indonesia Makin Menarik

S&P menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi layak investasi dapat mendorong aliran dana investor asing dan berdampak ke obligasi.

Liputan6.com, Jakarta - Peringkat layak investasi untuk surat utang Pemerintah Indonesia oleh lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) akan berdampak positif untuk portofolio investasi di Indonesia.

Lembaga pemeringkat internasional S&P menyematkan peringkat utang Indonesia dari BB+ menjadi BBB- atau layak investasi dengan outlook stabil pada 19 Mei 2017. Dengan peringkat ini berarti Indonesia jadi negara yang layak investasi. S&P melihat ada sejumlah perbaikan makro ekonomi Indonesia.

Pengamat obligasi I Made Saputra menuturkan, peringkat layak investasi untuk surat utang pemerintah dari S&P tersebut membuka peluang aliran dana investor asing untuk masuk ke Indonesia.

Selain itu, peringkat layak investasi untuk surat utang pemerintah dari S&P, menurut Made juga membantu pemerintah menurunkan beban bunga utang obligasi baik dalam denominasi dolar Amerika Serikat dan rupiah.

"Setiap kenaikan satu notes dari BB+ menjadi BBB- bisa menurunkan sekitar 25 basis poin," ujar Made.

Head of Operation and Business Development PT Panin Asset Management Rudiyanto menuturkan, peringkat layak investasi oleh S&P untuk surat utang pemerintah Indonesia berdampak langsung ke obligasi atau surat utang pemerintah dan reksa dana pendapatan tetap.

Rudiyanto menilai, sejak kenaikan peringkat surat utang pemerintah oleh S&P, imbal hasil reksa dana pendapatan tetap naik 1 persen. Namun, efek kenaikan peringkat layak investasi oleh S&P ke obligasi dan investasi dengan portofolio obligasi menurut Rudiyanto berjangka pendek.

"Secara historis ketika ada amnesti pajak efeknya 2-3 bulan. Ada nya efek S&P sekitar 2-3 bulan," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Senin (29/5/2017).

Sedangkan dampak kenaikan peringkat surat utang pemerintah Indonesia oleh S&P ke pasar saham, menurut Rudiyanto untuk jangka menengah panjang. Hal itu mengingat ada banyak faktor baik dari luar negeri dan dalam negeri yang mempengaruhi kondisi pasar saham Indonesia.

"Banyak faktor mulai dari (wacana) pemakzulan Donald Trump, kondisi inflasi terutama ada momen Lebaran, kondisi pergerakan dolar Amerika Serikat dan Rupiah," tutur Rudiyanto.

Adapun sentimen bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve akan kembali menaikkan suku bunga pada pertemuan Juni 2017, menurut Rudiyanto hal itu telah diantisipasi pelaku pasar.

Sementara itu, Direktur PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menuturkan, ada kenaikan peringkat surat utang pemerintah Indonesia dapat mendorong aliran dana investor asing terutama dari Jepang untuk masuk ke portofolio investasi di Indonesia. 

Di sisi lain, Budi menilai, pelaku pasar telah mengantisipasi langkah S&P menaikkan peringkat surat utang pemerintah Indonesia sejak Maret 2017. Total aliran dana investor asing masuk sejak awal 2017 telah mencapai Rp 28 triliun di pasar saham.

"Antisipasi sudah dari Maret inflow besar. Investor itu yang agresif. Investor konservatif dari Jepang banyak tunggu (kenaikan peringkat surat utang pemerintah Indonesia oleh S&P," kata Budi.

Meski Indonesia telah raih peringkat layak investasi untuk surat utangnya, Budi mengingatkan hal penting lainnya perlu diperhatikan pemerintah yaitu perbaikan peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia. Dengan ada kenaikan peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia dapat mendorong dana investor asing di sektor riil.

Perencana keuangan Rencana Mitra Edukasi Mike Rini menuturkan kenaikan peringkat utang Indonesia oleh S&P menjadi BBB+ berdampak ke obligasi. Dengan kenaikan peringkat utang itu akan menurunkan risiko obligasi.

"Tingkat risiko jadi lebih kecil, dan dapat return lebih besar," kata Mike

Ia menambahkan, ada kenaikan peringkat utang tersebut maka obligasi dapat menjadi pilihan investasi. Instrumen investasi obligasi beragam mulai dari surat utang negara (SUN) dan obligasi ritel.

Dengan begitu menurut Mike, investor dalam hal ini investor ritel dapat menambah instrumen investasi-nya di surat utang. Kemudian perhatikan jumlah dana untuk investasi di obligasi. Hal itu mengingat menurut Mike investasi di obligasi membutuhkan dana besar.

"Kalau beli obligasi korporasi minimal Rp 1 miliar. Sedangkan obligasi ritel atau ORI beli di bank minimal Rp 10 juta-Rp 5 juta," kata Mike.

Selain itu, Mike juga mengingatkan untuk memperhatikan jangka waktu atau tenor obligasi. Biasanya untuk kurangi risiko, Mike menyarankan memilih investasi obligasi bertenor 1-3 tahun.

Sedangkan Rudiyanto mengatakan, berinvestasi bukan hanya dilihat dari sentimen ada kenaikan peringkat utang oleh lembaga pemeringkat. Namun berinvestasi secara berkala. Lalu lihat kondisi keuangan.

"Kita investasi kalau kondisi keuangan sehat. Punya dana darurat dan asuransi kesehatan, dan tidak ada tanggungan yang besar,' kata dia.

Selain itu, investasi sesuaikan jangka waktu. Rudiyanto menuturkan bila investasi di reksa dana saham sebaiknya dilakukan di atas 5 tahun, reksa dana campuran 3-5 tahun, reksa dana pendapatan tetap sekitar 1-3 tahun, sedangkan reksa dana pasar uang di bawah satu tahun.

Hal senada dikatakan Budi Hikmat. Ia mengatakan, investasi dilakukan sebaiknya sejak muda. Tetapkan tujuan investasi apakah untuk dana pensiun, pendidikan anak dan lainnya. Jadi siap berinvestasi?

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.