Sukses

Jalan Perbatasan Kalimantan Barat 850 Km Tersambung Penuh di 2019

Jalan paralel dari Temajok hingga perbatasan Kalbar atau Kalimantan Timur ditargetkan bisa tembus seluruhnya pada 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) XI, Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus memacu penyelesaian pembangunan jalan perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). Jalan paralel sepanjang 850 kilometer (km) dari Temajok hingga perbatasan Kalbar atau Kalimantan Timur tersebut ditargetkan bisa tembus seluruhnya pada 2019.

BBBPJN XI melakukan pembangunan di seluruh segmen dan ruas, baik berupa pengaspalan, pengerasan tanah, pembangunan jembatan, atau bekerja sama dengan TNI AD untuk membuka jalan yang masih berupa hutan. Jalan tersebut memiliki lebar minimal 7 meter dan ruang milik jalan minimal 25 meter, serta dibagi menjadi 12 koridor ruas.

Menteri Kementerian PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan jalan perbatasan dinilai strategis karena mampu membuka dan menumbuhkan ekonomi di kawasan perbatasan.

"Itu sejalan dengan Nawacita Presiden (Jokowi), yaitu untuk membangun Indonesia dari pinggiran dalam menjaga kedaulatan NKRI," ujarnya, seperti ditulis Selasa (27/2/2018).

Sementara itu, Kepala BBPJN XI Timbul Manahan Pasaribu menyampaikan, sepanjang 107 km dari total panjang 850 km jalan perbatasan masih berupa hutan. Untuk jalan yang sudah tembus, sepanjang 327,48 km kondisinya sudah beraspal, 123,89 merupakan jalan agregat, dan 291,04 km sisanya masih berupa jalan tanah.

Pada salah satu ruas, yaitu Ruas 1 Temajok-Aruk (82,09 km), akan dibangun sebanyak delapan jembatan dengan panjang antara 20-90 meter. Di sana juga akan dilakukan perbaikan terhadap 64 jembatan kayu yang ada. Pembangunan jembatan baru dan perbaikan jembatan itu ditargetkan rampung pada tahun ini, sehingga ruas Temajok-Aruk bisa difungsikan seluruhnya.

Untuk ruas lainnya, yaitu Ruas 2 Aruk-Bts. Kec. Siding atau Seluas sepanjang 53,40 km, di mana 39,44 km bagiannya sudah beraspal, dan 13,95 km sisanya pengerasan tanah. Penanganan ruas yang masih berupa tanah akan dilakukan hingga 2019, termasuk peninggian badan jalan sepanjang 2 km pada lokasi rawan banjir, yakni di antara Simpang Tapang dan Simpang Take. Perbaikan terhadap 19 jembatan kayu yang sudah lapuk juga dilakukan dengan penggantian jembatan berupa box culvert.

Untuk penanganan jalan perbatasan yang belum tembus, pada pertengahan Januari 2018, Kementerian PUPR dan Zeni TNI AD telah menandatangani kontrak pekerjaan pembangunan jalan perbatasan Ruas 12 Nanga Era-Bts Kalbar atau Kaltim sepanjang 60 km. Proyek senilai Rp 178,47 miliar tersebut ditargetkan bisa selesai pada 2018 ini.

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kementerian PUPR Bantah Pekerja Konstruksi Bekerja Secara Rodi

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan telah menerapkan program kerja shift kepada pekerja konstruksi proyek infrastruktur sesuai standar. Meski, masing-masing proyek dikerjakan selama tiga shift.

Tim Ahli Struktur dan Konstruksi Kementerian PUPR Priyo Susilo mengatakan tiga shift tersebut dikerjakan dengan orang yang berbeda. Ini artinya, para pekerja tidak bekerja secara rodi.

"Jadi orangnya itu diganti, tidak mentang-mentang kerja tiga shift lalu dari pagi sampai malam. Kalau tiga shift diganti, itu sudah biasa di dunia konstruksi," kata dia di Warung Daun, Sabtu (24/2/2018).

Dalam pengerjaan proyek, dia menegaskan tidak ada pemaksaan bagi pekerja yang sedang dalam kondisi tidak fit untuk tetap bekerja. Bahkan, pihaknya dibantu BPJS Ketenagakerjaan menyediakan petugas medis bagi pekerja konstruksi.

"Nah kan ini di proyek saya itu bapak-bapak (wisma atlet Kemayoran), itu dari BPJS Ketenagakerjaan, Jamsostek itu bawa dokter diperiksa jadi yang tidak fit dirawat dan tidak dibolehkan kerja," dia menambahkan.

Untuk itu, dia menambahkan, evaluasi yang saat ini dilakukan untuk memastikan apakah kontraktor benar-benar mempekerjakan pekerja konstruksi dengan sistem shift yang benar atau tidak. Kalaupun ada pelanggaran, dipastikannya akan ada teguran.

Sementara itu, di kesempatan yang sama, Ketua Masyarakat Infrastruktur Harun Al-Rasyid mengatakan maraknya terjadi kecelakaan dalam pembangunan infrastruktur menandakan adanya kelebihan beban (overload) dari proyek yang dikerjakan.

Dia menilai sebuah keputusan tepat bagi pemerintah untuk menghentikan proyek infrastuktur sebagai langkah evaluasi.

"Ini harus kita teliti penyebabnya apa. Karena dalam pembangunan infrastruktur skema safety itu ada berlapis-lapis dinding. Ada kontraktor, regulator. Nah ini semuanya juga overload," tutup dia. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.