Sukses

Indonesia Naik Kelas Jadi Negara Berpendapatan Menengah

BI menilai posisi Indonesia telah beranjak naik dari sebelumnya sebagai negara lower middle country.

Bank Indonesia (BI) menyatakan Indonesia telah memantapkan posisinya sebagai negara dengan pendapatan menengah (middle income country). Pencapaian ini merupakan perjalanan transisi dari negara berpendapatan menengah bawah (lower middle income) menuju upper middle income.

Gubernur BI, Agus Martowardojo mengungkapkan, ekspansi kelas menengah Indonesia satu dekade terakhir akan berlanjut. Kondisi ini ditunjang pasar domestik terus membesar. Struktur permintaan barang dan jasa pun semakin beragam dengan karakteristik semakin kompleks.

"Ekspansi perekonomian terlalu cepat dan rentan terhadap koreksi karena perluasan ini diikuti postur transaksi berjalan yang melemah. Jadi laju pertumbuhan ekonomi tertahan ke level yang lebih tinggi," ungkap dia di Jakarta, Kamis (14/11/2013) malam.

Tertahannya pertumbuhan ekonomi nasional, jelas Agus, dipicu ketidakseimbangan antara struktur permintaan agregat dan kapabilitas di sisi penawaran. Dari sisi ini, struktur produksi yang terbentuk dalam satu dekade terakhir terasa semakin ketinggalan jaman.

"Hal itu sebenarnya sangat wajar (permintaan lebih besar dari penawaran) namun warisan sumber daya alam yang melimpah di luar Jawa maupun surplus tenaga kerja di Jawa telah mengangkat masyarakat kita dari jerat kemiskinan," paparnya.

Sayangnya, kesenjangan permintaan dan penawaran berimbas pada naiknya aktivitas impor terutama barang hasil industri berteknologi menengah dan tinggi. Pasalnya, impor netto kategori barang-barang ini terus membesar sejak Indonesia memasuki middle income country di 2004.

"Kapabilitas industrial yang lebih kuat di Jawa belum mampu memenuhi besarnya perubahan struktur permintaan nasional sehingga perlu terus ditingkatkan," ujarnya.

Peningkatan tersebut mencakup ketersediaan infrastruktur konektivitas baik dalam arti digital maupun fisik. Selain itu, manajemen energi domestik karena permintaan energi yang meningkat terpaksa dipenuhi oleh impor. Akhirnya impor tersebut memberatkan defisit neraca transaksi berjalan.

"Iklim usaha juga mesti ditingkatkan termasuk kemudahan memulai usaha, kepastian hukum, registrasi hak milik pribadi, penyelesaian insolvency dan enforcing contract seperti yang banyak disoroti pelaku usaha," pungkas Agus.(Fik/Shd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini