Sukses

Bank Dunia: Ekonomi RI Bakal Dipenuhi Risiko Tinggi

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal melambat menjadi 5,3% pada 2014 dari sebelumnya 5,3% pada 2013.

Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan turun dari level 5,6% di 2013 menjadi 5,3% di 2014. Proyeksi ini masih akan diwarnai sejumlah risiko tinggi baik dari dalam maupun luar negeri.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi tahun depan bakal melambat karena penurunan investasi.

"Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di tahun depan diperkirakan 5,3% atau turun dari level 5,6% di 2013. Alasannya karena merosotnya investasi yang hanya tumbuh 4,5% di kuartal III terutama di sektor alat berat dan industri mesin," jelas dia dalam acara Indonesia Economic Quarterly Launch di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin (16/12/2013).

Bank Dunia pun memperkirakan inflasi di tahun depan akan melaju di level 6,1%, defisit neraca perdagangan 2,6% terhadap PDB, defisit anggaran 2,1% dan PDB mitra perdagangan utama di angka 3,9%.

Sayangnya, tambah Chaves, proyeksi tersebut masih akan dibayang-bayangi risiko tinggi meliputi rencana penghapusan stimulus bank sentral Amerika Serikat (AS) yang akan membuat kondisi pasar modal dunia terus bergejolak serta menghambat akses Indonesia terhadap dana eksternal.

"Pertumbuhan konsumsi domestik yang selama ini cukup tangguh juga diperkirakan akan melemah. Proyeksi keuangan pun rentan akibat belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM)," katanya.

Chaves menilai, neraca transaksi berjalan Indonesia diproyeksikan akan menyusut dari US$ 31 miliar (3,5% dari PDB) di 2013 menjadi US$ 23 miliar di tahun depan (2,6% dari PDB). Hal ini dipicu pelemahan pertumbuhan impor dan permintaan ekspor yang meningkat secara moderat.

Guna menyikapi defisit neraca transaksi berjalan, Indonesia diminta meningkatkan ekspor dan mengamankan ketersediaan dana eksternal terutama investasi asing langsung. Bank Dunia justru tak menyarankan pemerintah untuk menekan laju impor.

Seperti diketahui pemerintah telah mengambil sejumlah langkah untuk memperkuat stabilitas makro jangka pendek, terutama melalui penyesuaian kebijakan moneter dan nilai tukar rupiah.

"Indonesia telah melewati tahun penuh tantangan dengan anjloknya permintaan ekspor dan harga komoditas, selain pasar modal yang bergejolak serta sulitnya memperoleh dana eksternal. Tapi kebijakan moneter telah mendukung penyesuaian ekonomi," terangnya.

Namun Chaves mengimbau, pemerintah agar fokus pada investasi bersifat jangka panjang karena negara ini memerlukan lebih banyak investasi. Serta membuat peraturan perdagangan logistik lebih sederhana yang mampu mendongkrak ekspor.(Fik/Shd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.