Sukses

Pajak Tanah Naik Sampai 200%, Pensiunan Jadi Korban

Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak di sektor properti, termasuk tanah dan perumahan hingga ratusan persen sangat membebani pemilik rumah.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di sektor properti, termasuk tanah dan perumahan hingga ratusan persen sangat membebani pemilik rumah.

Hal ini menanggapi kebijakan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang berencana menyesuaikan NJOP tanah di kisaran 120%-240% sesuai lokasinya.

Menurut Anggota Komisioner OJK, Firdaus Djaelani, kebutuhan rumah setiap tahun mencapai 800 ribu unit. Sedangkan kekurangan perumahan (backlog) sampai dengan posisi Mei 2013 sebanyak 1,5 juta unit.

"Rasio Kredit Perumahan Rakyat (KPR) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 13%. Padahal rumah menjadi kebutuhan dasar bagi setiap orang," terang dia saat acara Tantangan Ekonomi 2014 dan Prospek Investasi Surat Utang Perumahan di Jakarta, Senin (20/1/2014).

Dia menilai, harga tanah dan rumah misalnya di Jakarta dan Surabaya serta kota metropolitan lain masih di bawah harga NJOP (pajaknya).

"Saya baru lihat tiba-tiba Pak Gubernur (DKI Jakarta) mau menaikkan NJOP 200%-400%. Ini kok baru terjadi di negara ini ya, di negara lain tidak ada," papar dia.

Kata Firdaus, harga pasar properti (perumahan) memang selama ini masih jauh dari harga NJOP. Namun kenaikan NJOP pada rumah-rumah elit, tambahnya, akan membuat pemilik rumah kesulitan membayar.

"Biasanya rumah-rumah elit ini dihuni oleh pensiunan. Kalau NJOP naik, mereka jadi tidak kuat bayar," pungkas dia.

Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta telah menaikkan NJOP untuk tanah. Ahok mengatakan, kebijakan ini dibuat untuk menyelaraskan harga tanah di pasaran.

"Tahun ini pasti ada kenaikan NJOP, karena selama 4 tahun tidak pernah ada kenaikan. Nilai kenaikan NJOP di Jakarta bervariasi, sesuai lokasi. Tapi, kisarannya 120%-240%," jelasnya.

Menurut Ahok, fakta di lapangan menunjukkan harga tanah di pasaran melambung tinggi. Idealnya, tambah mantan Bupati Belitung Timur ini, NJOP mendekati harga pasar.

Jika tidak, negara berpotensi dirugikan dan Pemprov DKI bisa dituduh korupsi karena membiarkan potensi pendapatan negara berkurang.

Kenaikan NJOP tertinggi ada di Jagakarsa, Jakarta Selatan. NJOP-nya naik 240% dari Rp 1.167.682 per meter menjadi Rp 2.796.625 per meter.

Tertinggi kedua, wilayah Gambir, Jakarta Pusat. NJOP wilayah ini naik 236%  dari Rp 6.623.328 per meter menjadi Rp 15.637.888 per meter.

Wilayah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, naik 205% dari Rp 6.612.979 ke Rp 13.567.668 setiap meter. Sementara daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara, naik 204% menjadi Rp 10.098.081.

NJOP di Kalideres, Jakarta Barat, naik 218% menjadi Rp 3.174.956. Sedangkan di Ciracas, Jakarta Timur, naik 176% menjadi Rp 2.052.337 per meter.

Daerah yang paling kecil kenaikan NJOP-nya, yakni Pasar Rebo, Jakarta Timur. NJOP daerah ini naik 120% dari Rp 1.239.880 menjadi Rp 2.490.197 per meter. (Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.