Sukses

Pangan & Ekspor Jadi PR Paling Berat buat Mendag Baru

Menteri Perdagangan baru mesti meningkatkan penetrasi ekspor, terutama ke pasar non tradisional.


Paska putusan mundur yang dilayangkan Gita Wirjawan dari jabatan sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) karena ingin fokus mengikuti Konvensi Calon Presiden (Capres) dari Partai Demokrat,  mencuatkan pertanyaan siapa yang bakal menggantikan posisi Gita.

Meski masih menjadi misteri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), namun sosok Mendag baru memiliki tugas berat di tengah berondongan masalah yang melibatkan nama Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, Mendag baru mesti meningkatkan penetrasi ekspor, terutama ke pasar non tradisional.

"Mendag baru harus bisa tingkatkan partner dagang yang non tradisional, seperti Timur Tengah, Amerika Latin dan Eropa Timur karena neraca perdagangan kita sudah mulai surplus tiga bulan berturut-turut, yakni Oktober, November dan Desember 2013," tutur dia kepada Liputan6.com di kantornya, Jakarta, Senin (3/2/2014).

Kinerja neraca perdagangan, tambah Sasmito, harus makin kinclong lantaran Indonesia telah mencatatkan surplus di beberapa negara, baik di kawasan ASEAN, Uni Eropa dan negara utama lainnya.

"Ekspor non migas kita dengan China, Jepang, Thailand, Australia, Perancis sudah surplus, makanya kita harus terus meningkatkan kinerja ekspor ini," jelasnya.

BPS melaporkan, ekspor non migas Indonesia ke 13 negara tujuan periode Desember 2013 mencapai US$ 9,78 miliar. Sedangkan sepanjang tahun lalu tercatat senilai US$ 106,67 miliar. Pada periode 2013, China merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$ 21,28 miliar atau 14,19%, lalu disusul Jepang US$ 16,09 miliar atau 10,73% dan Amerika Serikat sebesar US$ 15,08 miliar atau 10,06%.

Sasmito mengungkapkan, pekerjaan rumah di dalam negeri bagi Mendag baru perlu memperkuat koordinasi dengan Kemendag. Keduanya perlu memperhatikan pasokan dan harga pangan.

"Satu-satunya cara kalau kekurangan pasokan memang harus impor. Tapi kan kita mesti juga meningkatkan produksi dalam negeri, misalnya cabai harus dicari cara lain supaya kita tidak melulu langka pasokan saat musim paceklik. Contohnya tanam cabai di rumah kaca, jadi ada usaha pemerintah menggenjot produksi pangan lokal," tandas dia. (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.