Sukses

Jepang Lirik Investasi Peternakan RI Karena Anak Muda

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memastikan potensi investasi yang besar pada sektor peternakan di Indonesia.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memastikan potensi investasi yang besar pada sektor peternakan di Indonesia. Pasalnya, negara ini bakal kebanjiran kelas menengah pada 2030 yang dapat mengerek peningkatan konsumsi daging sapi.

Menurut Direktur Promosi Sektoral BKPM, Ikmal Lukman, Jepang berada di posisi peringkat 4 besar ASEAN sebagai negara yang menanamkan modalnya di bidang peternakan.

Investasi Jepang mencapai US$ 268 juta dari 2009-2013. Angka itu sebesar 8% dari total 10 negara ASEAN yang menyuntikkan investasi dengan realisasi US$ 3,33 miliar.

"Sedangkan dari total investasi tersebut yang masuk ke Indonesia hanya US$ 513 juta atau 15,4%. Artinya Indonesia punya potensi luar biasa yang bisa dikembangkan di sektor peternakan, termasuk dari Jepang," ujar dia di acara Peluang Bisnis Peternakan di Indonesia, Jakarta, Rabu (19/2/2014).

Sementara realisasi penanaman modal asing (PMA) Jepang di Indonesia, kata Ikmal, mencapai US$ 4,71 miliar pada 2013 atau menempati urutan pertama dalam daftar 10 negara investor terbesar.

Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 2,46 miliar di 2012, US$ 1,52 miliar di 2011, sebesar US$ 713 juta pada 2010 dan di 2009 sebesar US$ 685 juta.

"Jepang menjadi investor asing terbesar di Indonesia tahun lalu. Sudah mengalami kenaikan dari tahun-tahun lalu yang justru menurun karena krisis. Tapi dengan kerja sama ini, diharapkan investasi Jepang di Indonesia dalam 15 tahun ke depan bisa meningkat lima kali lebih besar," tutur dia.

Lebih jauh Ikmal mengatakan, Jepang melirik Indonesia karena potensi pertumbuhan kelas menengahnya yang bisa menembus 135 juta jiwa pada 2030.

"Kelas menengah ini tentu mengonsumsi daging bukan yang biasa-biasa saja sebanyak 2,30 kilogram (kg) per tahun. Bahkan anak umur 24 tahun sudah bisa membeli wagyu yang harganya Rp 125 ribu-Rp 130 ribu per gram. Kalau dulu kan tidak bisa," cetus dia.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Irwanto menambahkan, saat krisis moneter 1990-1998, investasi dalam negeri di peternakan hanya 14,11% dan asing 3,29%.

Kemudian menurun setelah krisis pada 1999-2011 dengan realisasi penanaman modal dalam negeri di peternakan 8,22% dan asing justru minus 3,88%.

"Investasi masih perlu dipacu terutama asing. Sebab penduduk kita yang berjumlah 250 juta jiwa di 2013 dan peningkatan pendapatan per kapita dari Rp 1,6 juta menjadi Rp 30,5 juta mendorong konsumsi pangan dari ternak meningkat," jelasnya.

Dia menyebut, untuk menggenjot investasi di sektor ini, pemerintah berupaya melakukan langkah, antara lain, integrasi peternakan sapi dengan perkebunan tebu. Penyediaan lahan kebun tebu sekitar 5 ribu hektare (ha).

Kemudian, memanfaatkan padang penggembalaan yang terletak di Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara dan Papua Barat.

Reklamasi lahan tambang seluas 86 ribu ha di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Bangka Belitung serta membangun sarana transportasi ternak lewat laut agar ternak dapat diangkut ke daerah konsumen secara efektif dan efisien. (Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.