Sukses

Harga Minyak Murah Bisa Berdampak Buruk Buat Bisnis

Harga minyak turun dapat berdampak negatif bagi bisnis meskipun sebagian besar konsumen merasa diuntungkan

Liputan6.com, New York - Banyak analis memprediksi, harga minyak murah akan memberikan keuntungan bagi para konsumen dan ekonomi di wilayah Amerika Serikat. Tapi sejumlah ekonom yang disurvei Wall Street journal justru mengupas dampak negatif dari penurunan harga minyak, yaitu melambatnya bisnis yang memangkas sedikit pertumbuhan ekonomi.

Seperti dikutip dari Nasdaq, Jumat (13/2/2015), dari 69 ekonom global, semuanya sepakat bahwa jatuhnya harga minyak khususnya bensin, memberikan nilai plus pada proyeksi ekonomi. Ekonom di Pantheon Macroeconomics Ian Shepherdson mengatakan, pihaknya juga telah menyaksikan kejutan positif dari jatuhnya harga minyak.

Meski begitu, minyak murah tampak seperti pedang bertama dua bagi perekonomian global dan bagaimana ini berdampak pada produksi gas alam dan minyak AS. Jatuhnya harga minyak menekan pendapatan, dan membuat sektor energi kehilangan banyak anggarannya.

Sejauh ini, sejumlah produsen energi global telah memangkas pembelian lahan penggalian terbaru, mesin bor dan berbagai pasokan lain. Para ekonom melihat tren ini akan terus berlanjut, dengan pemangkasan tajam belanja anggaran di perusahaan pengeboran minyak dan para pemasukan.

Lantaran pemangkasan ini, total investasi bisnis di seluruh pabrik, perlengkapan dan properti intelektual hanya akan meningkat 4,8 persen tahun ini. Padahal sebelumnya, para ekonom memprediksi bisnis investasi global akan meningkat 6,3 persen andai saja harga minyak tidak jatuh.

Pada 2014, anggaran belanja meningkat 5,5 persen.

"Saat perusahaan mengalami masalah penurunan minyak seperti sekarang, mereka dengan sangat cepat memangkas pengeluaran," ungkap ekonom di Decision Economics, Allen Sinai.

Selain itu, alasan lain yang membuat para ekonom mencemaskan anggaran belanja modal tahun ini adalah menguatnya dolar. Penguatan dolar yang sangat tajam membuat sebagian eksportir mempertimbangkan kembali program belanja modalnya.

"Tingginya dolar dapat mengganggu pertumbuhan laba pada 2015, dan menyebabkan penurunan lain di bisnis investasi," ujar ekonom Ameriprice Finansia, Russel Price. (Sis/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.