Sukses

Posisi Rupiah 13.992 per Dolar AS Sambut Akhir Pekan

Nilai tukar rupiah masih akan tertekan hingga rilis pertemuan kebijakan bank sentral AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terus tertekan menyambut akhir pekan ini. Hal itu didorong dari sentimen eksternal terutama harga minyak tertekan dan menanti keputusan bank sentral AS soal kenaikan suku bunga.

Mengutip data Bloomberg, rupiah berada di kisaran 13.992,50 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat sore (11/12/2015). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tersebut melemah 0,27 persen dari penutupan perdagangan kemarin di kisaran 13.953 per dolar AS. Rupiah bergerak di posisi 13.921-14.035 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah berada di level 13.937 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan perdagangan sebelumnya yang ada di level 13.954 per dolar AS.

Ekonom BCA, David Sumual menuturkan perkembangan harga komoditas terutama minyak mempengaruhi laju nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Data ekonomi China kurang baik seperti surplus perdagangan melemah dan inflasi rendah memberikan kekhawatiran kepada pelaku pasar.

"Dengan ekonomi China dan penjualan komoditas melambat jadi sentimen negatif ke negara berkembang termasuk Indonesia yang menghasilkan ekspor komoditas," ujar David saat dihubungi Liputan6.com, Jumat pekan ini.

Ia menambahkan, pelaku pasar juga menanti pertemuan bank sentral AS pada 15-16 Desember 2015. Ada harapan pelaku pasar bertambah 76 persen kalau bank sentral AS akan menaikkan suku bunganya pada pertemuan itu.

Karena itu, David menilai, tekanan rupiah masih berlanjut pada pekan depan. Akan tetapi, rencana paket kebijakan ekonomi VIII dan pertemuan dewan gubernur Bank Indonesia (BI) akan membantu nilai tukar rupiah. "Rupiah akan bergerak di kisaran 13.900-14.000 per dolar AS pada pekan depan," ujar dia.

Selain itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengungkapkan rupiah tertekan karena berbagai faktor eksternal, seperti perlambatan ekonomi China, spekulasi devaluasi mata uang China yuan, kebijakan Bank Sentral Eropa yang tidak sesuai ekspektasi pasar dan paling penting kenaikan suku bunga AS.

"The Fed berpeluang besar menaikkan suku bunga 25 basis poin dalam pertemuan yang akan datang. Kondisi ini yang memberi tekanan ke rupiah. Jadi ketidakpastian global masih menjadi faktor negatif untuk ekonomi Indonesia dan rupiah," jelas Perry. (Ahm/Igw)

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini