Sukses

Absen Bagi Dividen 4 Tahun, Harga Saham Freeport Terlalu Tinggi

Freeport Indonesia telah menawarkan saham ke pemerintah Indonesia . Saham yang ditawarkan sebesar 10,64 persen dengan nilai US$ 1,7 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia dinilai tidak layak mengajukan harga US$ 1,7 miliar atau setara dengan Rp 23 miliar untuk 10,64 persen saham ke Pemerintah Indonesia. Alasannya, kinerja keuangan perusahaan tidak mencerminkan harga tersebut. 

Direktur Center for Indonesian Resources Strategic (CIRUS), Budi Santoso‎ mengatakan, ketidaklayakan harga tersebut karena dalam kurun waktu 4 tahun terakhir perusahaan tambang yang berinduk di Amerika Serikat (AS) tersebut tidak menyetor dividen ke negara. Saat ini, pemerintah telah memiliki 9,36 persen saham Freeport Indonesia.

"Perlu diingat, dalam 4 tahun terakhir freeport tidak membayar dividen ke pemerintah," kata Budi, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Jumat (15/1/2015).

Jika pemerintah setuju untuk membeli 10,64 persen saham Freeport sesuai dengan harga yang ditawarkan oleh perusahaan sebesar US$ 1,7 miliar, kemungkinan besar Freeport tetap tidak membagi dividen sampai kontraknya habis pada 2021.

Artinya, negara tidak akan mendapat dividen meski sudah mengeluarkan uang setara dengan Rp 23 triliun. "Tidak membayarkan dividen ini bisa terjadi hingga 5 tahun ke depan," tegas Budi.

Budi mengungkapkan, jika pemerintah telah memiliki 20 persen saham, posisi pemerintah masih minoritas sehingga tidak bisa mengabil peran banyak dalam kebijakan perusahaan. "Saham pemerintah yang masih kecil (minoritas) bisa kalah dalam setiap kebijakan perusahaan," tutur dia.

Menurut Budi, pemerintah harus benar-benar mengkaji divestasi tersebut dan paling penting adalah keuntungan bagi negara dan pemerintah yang maksimal.

Sebelumnya,  Freeport Indonesia telah menawarkan saham ke pemerintah Indonesia . Saham yang ditawarkan sebesar 10,64 persen dengan nilai US$ 1,7 miliar.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot mengatakan, Freeport telah melayangkan surat penawaran saham sebesar 10,64 persen sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014. Penawaran tersebut dilakukan sehari sebelum batas waktu penawaran habis, yang jatuh Kamis (14/1/2016).

"Mereka telah menawarkan sahamnya sesuai dengan kewajiban dalam Peraturan Pemerintah Tahun 2014 dimana mereka harus menawarkan 10,64 persen," kata Bambang, di Jakarta, Kamis 14 Januari 2016.

Dalam penawarannya, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut mangajukan harga US$ 1,7 miliar atau senilai Rp 23,83 triliun (estimasi kurs: Rp 14.016 per dolar AS) untuk 10,64 persen saham. Sedangkan harga untuk saham Freeport seluruhnya mencapai US$ 16,2 miliar.

"Tentunya di dalam penawaran tersebut juga disampaikan besarannya yang 100 persen adalah US$ 16,2 miliar. Kemudian yang 10,64 persen menjadi US$ 1,7 miliar," ungkap Bambang.

Setelah Freeport menawarkan sahamnya, pemerintah akan melakukan evaluasi tawaran dari Freeport tersebut. "Sesudah menyampaikan tawarannya tentunya menjadi tugas pemerintah memberikan evaluasi terhadap valuasi yang disampaikan Freeport," tutup Bambang.

Kewajiban divestasi Freeport mengacu ke Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, dalam beleid tersebut mengatur tiga kategori divestasi perusahaan tambang asing. Jika perusahaan tambang asing hanya melakukan kegiatan pertambangan maka divestasi sebesar 51 persen.

Jika perusahaan tambang melakukan kegiatan pertambangan dan terintegrasi dengan pengolahan dan pemurnian maka divestasi sebesar 40 persen dan jika perusahaan tambang asing melakukan kegiatan tambang bawah tanah (underground) maka divestasi 30 persen.

Untuk Divestasi Freeport dilakukan bertahap, Pemerintah telah memiliki 9,36 persen, saat ini Freeport wajib melepas 10,64 persen saham dan di 2019 sebesar 10 persen saham. (Pew/Gdn)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.