Sukses

Wall Street Kembali Melemah Akibat Penurunan Harga Minyak

Penurunan saham Exxon Mobile yang sebesar 1,03 persen menjadi pendorong utama pelemahan indeks S&P 500.

Liputan6.com, Jakarta - Aksi jual kembali melanda bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street menjelang penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Penyebab pelemahan Wall Street adalah penurunan harga minyak dan juga pertumbuhan ekonomi China yang melambat.

Mengutip Reuters, Rabu (20/1/2016), pada pukul 02.55 waktu setempat, Dow Jones Industrial Averange turun 0,29 persen menjadi 15.941,38. Standard & Poor 500 juga melemah 0,61 persen ke level 1.868,95. Sedangkan Nasdaq Composite turun 1,03 persen ke level 4.442,15.

Penurunan saham Exxon Mobile yang sebesar 1,03 persen menjadi pendorong utama pelemahan Indeks S&P 500. Sedangkan untuk saham Chevron mengalami penurunan 2,78 persen.

Turunnya harga minyak hingga ke level terendah dalam 12 tahun terakhir memicu kekhawatiran dari pelaku pasar di bursa AS akan kerugian yang mendalam bagi perusahaan-perusahaan di sektor minyak. Hal tersebut menjadi mendorong aksi jual.

Selain itu, penurunan harga minyak tersebut juga menimbulkan kekhawatiran akan adanya potensi gagal bayar pembayaran utang bagi perusahaan-perusahaan minyak tersebut.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) melemah 1,4 persen menjadi US$ 29,01 per barel. Sedangkan di pasar uang, dolar sedikit menguat terhadap yen. Dolar berada di posisi 117,39 terhadap yen dan Euro berada di US$ 1,0893. 

Di awal perdagangan, sebenarnya Wall Street sempat bergerak di zona positif meskipun data dari China menunjukkan bahwa masih terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Bursa AS bergerak positif karena angka pertumbuhan ekonomi China masih sesuai dengan konsensi.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan prediksi tersebut, besar kemungkinan otoritas China akan kembali mengguyurkan stimulus moneter maupun fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih aman.

"Saat ini pelaku pasar sedang dihadapi oleh beberapa ketidakpastian yang mendorong ketakutan," jelas Kepala Investasi Lenox Wealth Advisors, New York, AS, David Carter.

Ia melanjutkan, memang harus ada satu titik dimana kebijakan-kebijakan yang akan bisa mendorong pertumbuhan sehingga data-data ekonomi kembali menunjukkan angka positif.

Tingkat pertumbuhan ekonomi China melambat ke level terendah dalam 25 tahun. Pertumbuhan ekonomi China tercatat 6,9 persen pada 2015. Pada kuartal IV 2015, ekonomi China tumbuh 6,8 persen. Angka pertumbuhan ekonomi itu masih sesuai dengan perkiraan.

Berdasarkan jajak pendapat Reuters, pertumbuhan ekonomi China di kisaran 6,8 persen dari kuartal III 2015 yang ada di level 6,9 persen. Ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 6,9 persen dari periode 2014 di kisaran 7,3 persen.

Sebelumnya saat acara pembukaan Asian Infrastructure Investment (AIBB) pada akhir pekan lalu, Perdana Menteri China Li Keqiang menuturkan kalau ekonomi akan tumbuh sekitar 7 persen pada 2015. (Gdn/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.