Sukses

Tambang Emas Martabe Diakuisisi Perusahaan Australia

Peralihan pengelolaan tambang Martabe seiring perubahan komposisi kepemilikan saham.

Liputan6.com, Jakarta - Tambang emas Martabe diakuisisi perusahaan dana ekuitas pertambangan swasta asal Australia. ‎Tambang yang terletak di Sumatera Utara tersebut sebelumnya dikelola PT Agincourt Resources, pada 17 Maret 2016 dan kini resmi beralih ke konsorsium yang dipimpin EMR Capital‎.

‎Peralihan pengelolaan tambang tersebut seiring perubahan komposisi kepemilikan saham. Saat ini, kepemilikan terdiri dari EMR 61,4 persen, Farallon Capital 20,6 persen, Martua Sitorus 11 persen dan Robert Budi Hartono serta Michael Bambang Hartono 7 persen.

Sedangkan kepemilikan saham Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Provinsi Sumatera Utara (Pemda) tidak mengalami perubahan.

“Konsorsium ini sangat mengenal Martabe karena kami memiliki sejarah panjang dalam pertambangan dan investasi di Indonesia. Kami mengakui kinerja Martabe yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir, begitu juga dengan performa para stafnya. Dan berharap akan terus mendukung perkembangan Martabe, kinerja operasional dan teknis, serta kinerja keuangan di tengah kondisi harga emas dunia yang sulit ini,”‎ kata Perwakilan EMR yang telah ditunjuk menjadi Presiden Komisaris PT Agincourt Resources Owen Hegarty di Jakarta, Jumat (1/4/2016).


Tambang emas Martabe merupakan investasi Indonesia dan Sumatera Utara bernilai sebesar US$ 900 juta yang telah dan akan terus memberikan manfaat substansial kepada Pemerintah Indonesia melalui pajak, royalti, dan deviden.

Tahun ini tambang emas Martabe menargetkan produksi 260 ribu ounce emas dan sekitar 2,3 juta  ounce perak. Jika dibandingkan dengan produksi 2015, angka emas dan perak lebih rendah dikarenakan prediksi dan perolehan kadar bijih yang lebih rendah. 

All-In Sustaining Cost (AISC), sebagaimana diperhitungkan dengan menggunakan Panduan Dewan Emas Dunia (WGC), diharapkan berada di kisaran US$ 650 dan US$ 750 per ounce emas yang dijual.

Adapun belanja modal perseroan diperkirakan sebesar US$ 67 juta. Sementara biaya eksplorasi diperkirakan sebesar US$ 12 juta.

Perusahaan dikatakan menyediakan lebih dari 1.400 pekerjaan kepada masyarakat setempat dan menjalankan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang bertujuan meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Tambang ini akan beroperasi setidaknya selama 10 tahun dan membuka peluang pembangunan di Batangtoru dan Muara Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan bertahun-tahun kemudian.

Martabe telah melakukan beberapa langkah untuk meningkatkan operasional. Instalasi pemecah batu kedua yang direncanakan mulai dilakukan tahun depan, sehingga pada saat dioperasikan 2017 nanti, Martabe akan mampu meningkatkan throughputprocess plant sampai 5 juta ton per tahun.

Proyek instalasi ini akan menambah penyerapan tenaga kerja teknisi terampil berjangka pendek. Beberapa puluh pekerjaan lainnya ditujukan bagi pekerja lokal dengan kesepakatan kerja waktu tertentu (fixed-term contract).

Perkembangan penting Martabe lainnya adalah pengajuan permohonan kepada pemerintah untuk mengembangkan dan mengelola Pit Barani dan Rambang Joring.

Kedua pit lebih kecil ini bersama Pit Purnama akan menambah usia tambang selama dua tahun. Proses akuisisi lahan sekitar 200 hektar sudah dimulai. Proses ini sedang dilakukan oleh Tim Pembebasan Lahan dari Pemerintah Tapanuli Selatan dan Land Management PT Agincourt Resources.(Pew/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini