Sukses

Begini Cara Pemerintah Urai Kepadatan Bandara Soetta

jam-jam sibuk alias golden time di Bandara Soetta adalah pukul 05.00-06.00 WIB (dari Jakarta menuju ke luar kota atau luar negeri).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan AirNav Indonesia sebagai penyelenggara navigasi penerbangan masih berharap bisa memeratakan frekuensi penerbangan setiap jamnya di Bandara Soekarno Hatta (Soetta), Cengkareng. Dengan begitu, otomatis frekuensi penerbangan akan terpangkas dari 72 menjadi 60 frekuensi per jam.

Direktur Operasi AirNav Indonesia, Wisnu Darjono mengatakan, frekuensi penerbangan dari dan menuju Bandara Soetta ramai di jam-jam tertentu yang disebutnya sebagai golden time. Namun ternyata jadwal penerbangan bisa dalam kondisi sepi di waktu-waktu tertentu pula.

"Pesawat numpuk di jam-jam tertentu, misalnya jam 3-4 sore, itu bisa 72-73 movement per jam. Tapi jam 12-1 siang, cuma 50 movement," tegasnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (3/4/2016).


Wisnu menyebut, jam-jam sibuk alias golden time adalah pukul 05.00-06.00 WIB (dari Jakarta menuju ke luar kota atau luar negeri). Kemudian berlanjut jadwal penerbangan ramai antara pukul 15.00-16.00 WIB, hingga pukul 20.00-21.00 WIB.

"Di luar waktu tersebut, tidak menjadi pilihan maskapai penerbangan. Makanya frekuensi penerbangannya hanya 50-55 movement. Tapi saat golden time ini, jadi pilihan maskapai minta waktu di jadwal tersebut," terangnya.

Lebih jauh dijelaskan Wisnu, total frekuensi penerbangan di Bandara Soetta mencapai 1.200 pergerakan setiap harinya. Apabila dibagi dalam 20 jam antara pukul 05.00-24.00 WIB, maka rata-rata frekuensi penerbangan di Bandara Soetta sebanyak 60 per jam.

"Jadi memang kita tidak lakukan pengurangan frekuensi penerbangan. Sebanyak 60 per jam itu adalah hasil dari penggeseran atau pengalihan frekuensi dari jam-jam padat ke jam yang lebih longgar," jelas Wisnu.

Dengan pergeseran dari 72 frekuensi penerbangan menjadi 60 per jam, katanya, peluang untuk pesawat menunggu di pinggir landasan, dan antrean terbang menjadi lebih rendah.

"Tapi ternyata adanya kebutuhan dari teman-teman di maskapai penerbangan, membuat perataan 60 frekuensi per jam tidak bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan," terangnya.

Menurut Wisnu, aturan pemerataan frekuensi penerbangan tersebut dapat mengganggu bisnis maskapai penerbangan yang sudah terlanjut menjual tiket kepada para penumpang. Sehingga tidak bisa serta merta regulator memindahkan jadwal penerbangan dari tiket yang sudah dipesan.

"Namanya kebijakan publik pasti ada pro dan kontra, itu normal. Kalau airlines berargumen sudah menjual tiket dari 4 bulan lalu. Masa jadwal terbang jam 10 pagi, mau dipindah ke jam 1 siang, pasti penumpang dan maskapai tidak mau. Jadi mengganggu mereka ," cetus Wisnu.

Untuk itu, Wisnu menegaskan, pihaknya dan Kemenhub sepakat untuk kembali memberlakukan 72 frekuensi penerbangan di Bandara Soetta dengan syarat. Namun pihaknya akan berjuang untuk dapat menerapkan pergeseran frekuensi penerbangan tersebut.

"Semua maskapai harus disiplin 72 frekuensi, jangan sampai mundur, ngetem, delay atau malah pesawatnya tidak diterbangkan. Kalau sampai tidak diterbangkan, kita minta Kemenhub cabut izinnya (frekuensi penerbangan) karena cuma ngetemin jam saja," harap Wisnu. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.