Sukses

Barang Kena Cukai Indonesia Paling Sedikit di ASEAN

Saat ini objek cukai di Indonesia meliputi, produk hasil tembakau, etil alkohol, dan lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), pemerintah terus melakukan harmonisasi kebijakan cukai di Indonesia demi menggenjot penerimaan negara.

Indonesia disebut hingga kini hanya memiliki tiga objek cukai. Ini berbeda dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya yang menerapkan pengenaan cukai ke segala macam barang. 

Demikian diungkapkan Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Nasrudin Joko Suryono.

Dia menyebutkan, saat ini objek cukai di Indonesia meliputi, produk hasil tembakau (rokok, cerutu, dan lainnya), etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol atau minuman keras.

"Objek cukai di Indonesia paling sedikit dibanding negara-negara ASEAN," ujar dia saat menjadi pembicara di Seminar Nasional Efektivitas Kebijakan Ekstensifikasi Cukai Terhadap Iklim Investasi dan Ketenagakerjaan, di Jakarta, Selasa (12/4/2016).  

Dia mencontohkan Thailand yang menerapkan pengenaan cukai ke hampir semua barang. Mulai dari bensin atau bahan bakar minyak (BBM), minuman beralkohol (minol), diskotek, perjudian, hasil tembakau, kendaraan bermotor dan sepeda motor, sampai minuman nol beralkohol.


"Padahal Thailand adalah negara yang sangat bergantung pada wisatawan, tapi minuman non alkohol saja dikenakan cukai," ujar dia.

Nasrudin menambahkan, Filipina, Kamboja, Myanmar, dan Malaysia pun menerapkan kebijakan serupa. Objek pengenaan cukai di negara-negara tersebut, meliputi, BBM, sepeda motor, kendaraan bermotor, hasil tembakau, minol, klub malam atau diskotek, dan masih banyak lainnya.

Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji rencana pungutan cukai untuk kemasan plastik dalam bentuk botol minuman. Tujuannya untuk mengurangi konsumsi terhadap produk tersebut dan menjaga lingkungan.
 
Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati mengatakan, pemerintah berencana mengeluarkan sejumlah kebijakan yang ditujukan untuk mencapai target rasio pajak. Salah satunya kebijakan ekstensifikasi cukai pada sejumlah produk, seperti cukai minuman berkarbonasi, minuman berpemanis, sampai kemasan plastik.

"Tapi pemerintah perlu mempertimbangkan dampak eksternalitas agar memastikan kebijakan cukai yang dikeluarkan berjalan efektif sesuai tujuan. Jangan sampai cukai ini justru menurunkan konsumsi, sehingga penerimaan pajak dari PPN maupun PPh Badan," dia menjelaskan.

Pertimbangan lain, sambung Enny, didasarkan pada sektor investasi dan penyerapan tenaga kerja. Pengenaan cukai yang diskriminatif berpotensi memberi sinyal negatif pada investor dan akan menurunkan daya saing industri di Indonesia terhadap negara lain, seperti China, Malaysia, dan Vietnam.

"Jadi kebijakan pengenaan cukai perlu dipertimbangkan secara matang agar kebijakannya tidak kontraproduktif dan bertentangan dengan arah kebijakan makro ekonomi Indonesia," tutur Enny.(Dny/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini