Sukses

Stimulus ECB Diprediksi Tak Bisa Pulihkan Ekonomi Eropa

Beberapa pihak menilai langkah Bank Sentral Eropa untuk membeli obligasi kurang tepat dan tak bisa memulihkan perekonomian Eropa.

Liputan6.com, Frankfurt - Pekan ini, Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Mario Draghi mengumumkan akan melakukan pembelian obligasi milik pemerintah dan swasta senilai 60 miliar euro setiap bulan guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi Eropa. Sayangnya, beberapa pihak menilai langkah ini kurang tepat dan tak bisa memulihkan perekonomian Eropa.

Mengutip laman CNBC, Jumat (23/1/2015), bahkan jika rencana ECB mengurangi aliran dana keluar, sebagian kredit tidak dapat membantu reformasi kredit yang dibutuhkan Eropa untuk mempercepat pertubuhan ekonominya.

"Kebijakan stimulus ECB bahkan dapat menunda kemajuan ekonomi karena adanya perubahan baru," ungkap Kanselir Jerman Angela Merkel

Dia mengingatkan, pengguliran dana stimulus seharusnya tidak dipandang sebagai pemulihan tercepat. Sebagian besar analis dan ekonom asal Jerman memang menentang keputusan ECB tersebut.

"Tekanan untuk meningkatkan daya saing di Eropa harus tetap ada atau akan jadi tidak ada sama sekali, dan saya rasa tak ada yang benar-benar dapat membantu kita sekarang," ujar Merkel pada sekelompok investor di Frankfurt.

Dia menegaskan, pembelian obligasi ECB seharusnya tidak meninggalkan kesan bahwa persoalan yang harus diselesaikan di ruang fiskal dan lingkungan kompetitif dapat dicampakkan begitu saja.

Seluruh reformasi tersebut termasuk memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi perusahaan untuk mengangkat dan memberhentikan pekerja. Selain itu juga dapat memangkas birokrasi panjang untuk mendirikan bisnis baru.

Merkel, bersama para bankir Jerman, pengusaha dan banyak pihak lain, khawatir bahwa langkah ECB untuk mempermudah kredit justru dapat menekan sejumlan negara anggota euro yang kini tengah berjuang menghemat anggaran negara. Program penghematan masal memang diberlakukan Uni Eropa setelah krisis 2008 terjadi.

Draghi mengatakan program tersebut akan dilakukan mulai Maret dan berakhir pada September 2016. Harapannya langkah pembelian obligasi itu dapat membantu menghilangkan kekhawatiran pasar menghadapi jatuhnya harga yang menyebar ke seluruh zona Eropa.

Langkah serupa juga pernah dilakukan di Amerika Serikat pada 2008 guna mendorong pertumbuhan ekonominya dengan menurunkan suku bunga terlebih dulu. Itu agar peminjaman uang menjadi lebih mudah dan murah. (Sis/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.