Sukses

Menko Sofyan Yakin Rupiah Tak Akan Jebol Rp 13.500

Pemerintah membantah telah gagal mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga rupiah tertekan hebat.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah membantah telah gagal mengendalikan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sehingga rupiah tertekan hebat hingga menembus level Rp 13.000 per dolar AS. Pihaknya optimistis pergerakan kurs rupiah tidak akan menyentuh angka Rp 13.500 per dolar AS.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil menegaskan, defisit transaksi berjalan Indonesia masih dalam batas wajar. Dari catatan Bank Indonesia (BI), US$ 26,2 miliar atau 2,95 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)sepanjang 2014.

"CAD kita masih wajar-wajar saja. Apa yang saya lihat prosentase yang terhadi sebelum dan sesudahnya nggak banyak berbeda. Tapi apa yang bisa kita perbaiki, kita perbaiki," ujar dia kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Kamis (5/3/2015).

Sofyan mencoba menenangkan pasar dengan meyakinkan bahwa kurs rupiah tidak akan bobol sampai ke level Rp 13.500 per dolar AS. Pasalnya, sambung dia, pelemahan kurs rupiah diikuti depresiasi mata uang lain terhadap dolar AS.

"Nggak, tenang saja (Rp 13.500). Terhadap semua mata uang lain sama, rupiah relatif lebih tinggi dari Ringgit Malaysia. Rupiah kita masih kompetitif, bahkan menguat yang tidak terlalu kita inginkan. Menguat terhadap maya uang lain kecuali dolar AS," jelasnya.  

Saat ini, kata Sofyan, pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk mengurangi faktor eksternal penyebab mata uang rupiah ambruk. Namun pemerintah mampu memperbaiki faktor internal.

"Ini seasonal saja terkait masalah suplai dan demand dolar AS di pasar, misalnya untuk membayar deviden dari perusahaan asing di Indonesia. Tapi di pasar modal, asing masih menanamkan modalnya jadi nett inflow investasi asing masih cukup positif," tukas Sofyan.

Sebelumnya ‎CORE Indonesia (Center of Reform on Economics) dalam kajiannya menyatakan, pelemahan rupiah kuat diakibatkan juga karena pengaruh dalam negeri Indonesia sendiri. Terutama meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan.‎

Dikutip dari kajian CORE Indonesia, neraca transaksi berjalan Indonesia telah mengalami defisit sejak tahun 2012. Berbagai jurus yang telah ditempuh oleh Pemerintah maupun BI masih belum dapat mengatasi masalah ini. (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini