Sukses

Paket Kebijakan Ekonomi Tetap Sulit Kuatkan Rupiah ke Rp 12.500

Fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau tax allowance akan memacu investor untuk reinvestasi modalnya di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Mandiri Sekuritas, Aldian Taloputra menyatakan sedang menunggu implementasi paket kebijakan ekonomi yang dijanjikan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Realisasi tersebut dapat memberi angin segar bagi penguatan nilai tukar rupiah yang sedang terseok-seok terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 
 
"Kami sedang menunggu detail paket kebijakan ekonomi itu. Paling penting, implementasinya sejauh mana. Kami mau lihat dulu baru bisa bicara dampaknya seberapa besar," kata Aldian kepada wartawan di Jakarta, Jumat (13/3/2015).
 
Dari 8 paket kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah, dia sangat menantikan insentif repatriasi dividen bagi investor. Fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau tax allowance akan memacu investor untuk reinvestasi modalnya di Indonesia. 
 
"Kalau ada insentif bagus untuk repatriasi akan sangat menarik. Sebab defisit pendapatan kita paling besar porsinya dalam catatan defisit transaksi berjalan. Rata-rata US$ 6 miliar per kuartal," jelasnya. 
 
Sementara diakui Aldian, defisit transaksi berjalan Indonesia mencapai US$ 7 miliar-US$ 8 miliar, sehingga hampir 90 persen permasalahan ada di defisit pendapatan. 
 
Apabila kondisi tersebut bisa diperbaiki, lanjutnya, rupiah berpeluang terangkat kembali. Namun dia berpendapat tekanan dari faktor global masih menghantui pergerakan kurs rupiah terutama menunggu pernyataan The Fed atas rencana menaikkan Fed Fund Rate.  
 
"Jadi untuk jangka pendek tekanan masih ada. Kalau arahnya The Fed masih cenderung nggak mau menaikkan suku bunga acuannya lebih cepat, maka rupiah masih bisa stabil," tegas Aldian. 
 
Meski ogah memproyeksikan nilai tukar rupiah hingga penghujung tahun ini, namun dia meramalkan kurs rupiah akan sulit mencapai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang sudah diketok Rp 12.500 per dolar AS. 
 
"Agak berat untuk mencapai asumsi APBN-P 2015, karena di kuartal II, impor barang modal mulai naik sehingga defisit transaksi berjalan bakal melebar. Jadi kita nggak melihat banyak faktor bisa mendorong rupiah menguat banyak karena lebih banyak tekanan," terangnya. 
 
Aldian mengatakan, era rupiah saat ini dengan 1997 atau 1998 sangat berbeda. Dulu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menjaga kurs rupiah bertahan pada level tertentu. Sedangkan sekarang ini sebaliknya. 
 
"Dulu rupiah fix, tetap dijaga di level tertentu dan sekarang rupiah bisa kemana saja, seharusnya bisa lebih fleksibel terhadap shok. Kalau fundamental nggak bagus dan ada gejolak di luar, maka rupiah akan terus melemah," tukas Aldian.  (Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini