Sukses

Rizal Ramli: Setelah Reshuffle, Ekonomi RI Mulai Tumbuh Positif

Pemerintah melakukan perubahan dengan mempercepat proses tender sampai pelaksanaan proyek, sehingga memacu penyerapan anggaran.

Liputan6.com, Jakarta - Tantangan ekonomi Indonesia tak hanya berasal dari faktor eksternal berupa penurunan ekonomi global, tatapi juga berasal dari dalam negeri, terutama dari kegaduhan politik. Adanya berbagai tantangan ekonomi tersebut tentu saja berpotensi mengganggu kestabilan pertumbuhan ekonomi yang bakal memudarkan kepercayaan investor. ‎

Menariknya, Menteri Koordinator Bidang Kematiriman dan Sumber Daya Rizal Ramli mengungkapkan bahwa kegaduhan tersebut merupakan hal yang wajar. Ia melihat setelah adanya pergantian susunan menteri (reshuffle) pada Agustus 2015 kemarin, sebenarnya secara fundamental ekonomi Indonesia telah stabil.

Indonesia sudah melewati titik terendah perekonomian, sehingga negara ini perlahan mulai bangkit dengan realisasi pertumbuhan ekonomi yang positif dibanding negara lain.

"Tiga bulan terakhir setelah reshuffle , ekonomi kita on the way ke atas lagi karena bottom-nya sudah lewat. Kalau ada gaduh-gaduh sedikit, bagus. Ibaratnya di sawah banyak tikus, harus dibikin gaduh supaya tikusnya kabur. Tapi ada gaduh putih yang bagus dan gaduh hitam yang cuma mau rebutan kue alias korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), ini yang mesti dikepret," ia menegaskan dalam acara DBS Asian Insights Conference 2015, di Jakarta, Selasa (24/11/2015).


Menurut dia, perjalanan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla di tahun pertama diterpa badai perekonomian yang datang dari luar maupun dalam negeri, termasuk warisan masalah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Pemerintahan Jokowi satu tahun pertama tidak beruntung karena diwarisi 4 defisit oleh pemerintahan sebelumnya (SBY)," ujarnya.

Lebih jauh dijelaskan Rizal, defisit neraca perdagangan yang terus mengalami penurunan meskipun sudah sedikit terangkat dalam beberapa bulan terakhir. Kedua, defisit transaksi berjalan cukup besar, sehingga memberi tekanan pada rupiah. Defisit ketiga, terjadi pada neraca pembayaran Indonesia dan terakhir dan defisit fiskal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Defisit ini memberi tekanan pada makro ekonomi dan membuat ekonomi Indonesia terkoreksi. Karena pada saat booming komoditas, kita tidak melakukan perubahan struktural, sehingga masalah itu muncul di akhir 2014 dan 2015," ia memaparkan. 
 
Selanjutnya pada Agustus 2015, kata Rizal, Presiden Jokowi bergerak cepat melakukan reshuffle jilid I di mana mantan Gubernur DKI Jakarta itu memilih langsung orang-orang yang dipercaya menjadi pembantu presiden, baik di bidang politik, keamanan, dan ekonomi.

"Hasilnya bisa dilihat, selama 3 bulan terakhir, ekspektasi mulai positif. Ekonomi yang tadinya anjlok sudah mulai naik 0,1 persen hingga 0,2 persen, rupiah relatif stabil. Karena sebelumnya harapan atau ekspektasi masyarakat dan investor sudah hilang, penjualan retail drop 30 persen, rupiah melemah, dan pertumbuhan ekonomi turun," kata Rizal.

Rizal mengaku pemerintah melakukan perubahan dengan mempercepat proses tender, penandatanganan kontrak, sampai pelaksanaan proyek, sehingga memacu penyerapan anggaran lebih maksimal. Upaya tersebut, katanya, diiringi implementasi paket deregulasi, seperti izin investasi di kawasan industri.

Ia mencontohkan pengusaha yang ingin menanamkan modal dengan membangun pabrik berlokasi di kawasan industri tidak perlu lagi izin AMDAL dan izin lainnya karena sudah berada di kawasan industri.

Di samping itu, Rizal mengaku pemerintah telah memangkas sepertiga perizinan ekspor dan impor barang di pelabuhan dari sebelumnnya 124 izin. Secara tidak langsung, katanya, langkah tersebut akan mengurangi hambatan investasi dan bisnis.

"Sebagian izin dikeluarkan menteri lama dan tidak pernah dicabut. Oleh menteri baru dibikin aturan baru, sehingga bikin ruwet. Kita perbaiki dan dalam waktu kurang dari 3 hari pengusaha sudah bisa mulai berbisnis. Ini sebuah kemajuan," ia menegaskan. (Fik/Gdn)**

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini