Sukses

Harga Minyak Mentah AS Naik

Harga minyak Brent yang merupakan patokan global tergelincir 24 sen menjadi US$ 36,11 per barel di ICE Futures Europe.

Liputan6.com, New York - Harga minyak di Amerika Serikat (AS) menguat pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) karena adanya aksi beli dari beberapa pelaku pasar setelah harga mencapai posisi terendah dalam beberapa tahun terakhir meskipun ke depannya masih ada kemungkinan harga minyak untuk terus tertekan.

Mengutip Wall Street Journal, Rabu (23/12/2015), minyak mentah jenis Light untuk pengiriman Februari naik 33 sen atau 0,9 persen ke level US4 39,14 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, harga minyak Brent yang merupakan patokan global tergelincir 24 sen menjadi US$ 36,11 per barel di ICE Futures Europe.

Sejak awal perdagangan, harga minyak secara perlahan merangkak naik setelah pada perdagangan sebelumnya harga minyak patokan dunia berada di level terendah sejak 2004 dan minyak di AS berada di level terendah sejak 2009. Peningkatan tersebut didorong karena adanya peningkatan kegiatan industri di AS.

Namun memang, sebagian besar analis dan broker memperkirakan bahwa peningkatan aktivitas tersebut tidak bisa membawa harga minyak terbang lagi karena belum bisa mengimbangi melimpahnya pasokan yang ada di dunia. Namun setidaknya, adanya peningkatan aktivitas tersebut tidak akan membawa harga minyak terus mencatatkan rekor terendah.

"Harga minyak akan berada di kisaran level ini dalam beberapa waktu ke depan," jelas Managing Director Perdagangan Derivatif Energi, Elite Broker LLC, New York, Ian Weir. Ia melanjutkan, belum ada berita yang cukup menggembirakan dari Timur Tengah.

Beberapa pelaku pasar berharap harga minyak bisa bergerak menguat terbatas menjelang libur Natal sehingga harg akomoditas tersebut bisa membukukan kinerja yang positif.

Melihat perdagangan sehari sebelumnya, harga minyak tertekan hingga sentuh level terendah dalam 11 tahun. Hal itu lantaran kekhawatiran terhadap pasokan minyak dunia berlebih dan ketidakpastian permintaan minyak.

"Di sisi persediaan, minyak AS turut andil atas banjirnya pasokan minyak. Pelaku pasar khawatir kalau minyak dari Iran juga menambah pasokan usai sanksi dicabut pada tahun depan," ujar Matt Weller, Senior Analis Forex.com. Ia menambahkan, ekonomi melambat di China dan Eropa juga telah mengurangi permintaan. Ditambah kondisi iklim dan El Nino yang terjadi di AS juga mempengaruhi permintaan.

"Tidak ada tanda harga minyak menguat. Harga minyak akan menjadi sentimen utama yang jadi fokus perhatian hingga semester I 2016," kata Weller. Seberapa tepatnya harga minyak akan jatuh belum jelas. Namun Goldman Sachs memperkirakan harga minyak dapat jatuh ke level US$ 20 per barel pada 2016. (Gdn/Nrm)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.