Sukses

Pengakuan Darmin Jadi Saksi Mata Jatuh Bangunnya Ekonomi RI

Pemerintah Indonesia telah mengalami pergulatan panjang dalam mengelola perekonomian.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia telah mengalami pergulatan panjang dalam mengelola perekonomian. Berbagai rintangan, seperti badai krisis paling berat sekali pun, telah dilalui dengan sejumlah langkah penyelamatan, sehingga tidak meluluhlantakkan negara ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, merupakan salah satu saksi sejarah perjalanan panjang ekonomi Indonesia. Dalam pengembaraannya sebagai pejabat negara selama puluhan tahun, ia berani menyimpulkan bahwa Indonesia sudah mulai pulih dari dampak krisis keuangan pada 1998 dan 2004.

Darmin mengatakan saat dirinya mengemban amanah sebagai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Indonesia kembali bergelut dengan dampak krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) pada 2008.

"Saat itu dan beberapa tahun sesudahnya, banyak demo bahkan orang menginap di Wall Street untuk memprotes gejolak yang kemudian dikaitkan dengan sektor keuangan yang sudah terlalu bergerak jauh, sehingga melahirkan ketimpangan cukup luar biasa," ujar Darmin dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (8/1/2016).

Menariknya, ujar Darmin, AS mampu mencari jalan keluar dengan kebijakan pelonggaran moneter alias Quantitative Easing (QE). Implikasinya, pemerintah AS menggelontorkan likuiditas besar-besaran untuk membeli berbagai aset di dalam perekonomian sebagai langkah penyelamatan.

"Sebetulnya langkah itu tidak lumrah dalam khasanah ekonomi dan keuangan karena tingkat suku bunga didorong mendekati nol. Baru kemarin naik dari 0,25 persen menjadi 0,50 persen. Hasilnya pasokan dolar AS meningkat tajam," ia menjelaskan.

Ibarat air bah, dolar AS membanjiri negara-negara berkembang sebagai tempat investasi dengan imbal hasil menggiurkan, sehingga mendorong kurs rupiah menguat tajam, bahkan menembus level 8.500 per dolar AS. Begitulah pengakuan Darmin yang saat itu memegang posisi Gubernur Bank Indonesia.

"Tapi saya dan Menteri Keuangan saat itu sudah sadar, ini tidak boleh terlalu jauh. Karena jika saatnya dolar AS pergi, kita akan menghadapi masalah dan berkah harga komoditas pun sudah tidak ada lagi," ia menjelaskan.

Nikmat luar biasa diterima Indonesia karena pada periode yang sama, ekonomi China tumbuh tinggi dan memicu peningkatan komoditas hasil sumber daya alam, termasuk dari Indonesia, sehingga harganya naik.

Sayangnya, Darmin mengatakan Indonesia lupa membangun industri manufaktur. Padahal, momen itu seharusnya digunakan untuk memacu industri manufaktur karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sedang berada di puncak di atas 6 persen. Harga komoditas yang terus meningkat membuat neraca pembayaran dan transaksi berjalan Indonesia surplus.

Pada akhirnya, kata Darmin, berkah itu mulai berbalik menjadi musibah. Komoditas sumber daya alam sejak krisis Yunani terjadi di kuartal IV-2011 mengalami penurunan sampai saat ini.

Apa yang dilakukan pemerintah?

Dengan kondisi perlambatan ekonomi yang sudah terjadi sejak 2012, pemerintah tidak tinggal diam. Semestinya mendorong ekspor menjadi langkah utama pemerintah. Namun saat ini harga sumber daya alam yang diandalkan untuk ekspor sedang anjlok, sementara industri tidak cukup kuat melahirkan produk bernilai tambah.

Alhasil, pemerintah hanya mempunyai dua pilihan untuk memperbaiki ekonomi Indonesia. Pertama, memacu investasi dengan mengundang dana dari luar meskipun dunia saat ini sedang tidak bergairah melakukan investasi. Kedua, menggenjot pengeluaran pemerintah.

"Caranya menawarkan infrastruktur kepada perusahaan bahkan negara lain. Jadi bukan mekanisme pasar yang normal untuk ditempuh," kata Darmin.

Sebagai contoh, pemerintah menawarkan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (Mw). Indonesia mengundang invstor dari China, Jepang, dan Timur Tengah. Proyek pembangunan pelabuhan dan kereta api, termasuk kereta api cepat dan kereta api ringan.

"Namanya investasi tidak bisa cepat. Mengeluarkan ratusan juta dolar untuk satu investasi, pasti memerlukan waktu bahkan meminta berbagai kemudahan supaya tertarik. Makanya kita lakukan reformasi struktural dan deregulasi," katanya. (Fik/Gdn)**

Untuk Lebih Lengkapnya, baca: Ekonomi Indonesia Sebenarnya Seperti Apa?



**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini