Sukses

Kemenkeu: Tak Ada yang Bisa Ramal Harga Minyak Secara Tepat

Penurunan harga minyak ikut berdampak kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Liputan6.com, Jakarta -
Tekanan terhadap harga minyak dunia masih berlanjut. Bahkan, harga minyak di pasar internasional jatuh ke level terendah di bawah US$ 30 per barel.
 
Penurunan harga minyak ikut berdampak kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 
 
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengaku pemerintah sedang membahas revisi APBN seiring dinamika perkembangan ekonomi global dan domestik, termasuk harga minyak dunia, kurs rupiah dan lainnya. 
 
"Harga minyak kan sangat cepat bergerak sekarang di US$ 30, besok bisa saja US$ 50 atau US$ 70 akibat perang misalnya. Perkiraan sih boleh saja, seperti dulu yang meramal harga minyak sampai US$ 200, tapi tidak terjadi tuh. Jadi jangan percaya deh, kita lihat 1-2 bulan ini," jelas dia di kantor Kemenkeu Jakarta, Selasa (19/1/2016). 
 
Terkait pergerakan nilai tukar rupiah, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah memproyeksikan asumsi kurs rupiah di level 13.900 per dolar AS di APBN tahun ini.
 
Angka tersebut sebagai level pesimistis mengingat masih adanya ketidakpastian ekonomi dunia. "Kalau rupiah estimasinya 13.900 per dolar AS, itu positif buat kita," kata dia. 
 
Lebih jauh, dia mengakui, pemerintah harus menghitung angka APBN-P 2016, termasuk pendapatan negara secara cermat dengan mempertimbangkan asumsi makro.
 
Basis lain dengan melihat realisasi APBN-P 2015 dan kebijakan-kebijakan baru yang dikeluarkan Presiden. 
 
 
"Tapi angka ke APBN-P belum tahu. Yang penting belanja harus cepat dieksekusi. Karena di 2015 saja, realisasi belanja Kementerian/Lembaga 91 persen atau Rp 200 triliun dibanding tahun lalu, sangat bagus dan terbukti memacu pertumbuhan ekonomi. Kami juga akan jaga di 2016," terang Askolani. 
 
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro sebelumnya, mengaku pemerintah akan segera mengajukan APBN-Perubahan (APBN-P) tahun ini. Dipastikan, salah satu poin yang masuk dalam revisi adalah ICP dari proyeksi sebelumnya US$ 50 per barel.  "Harga minyak (ICP masuk revisi)," kata Bambang. 
 
Rencana revisi tersebut seiring dengan pelemahan harga minyak mentah dunia. Harga minyak berjangka Amerika Serikat (AS) seperti diketahui berada di bawah level US$ 32 per barel pada awal pekan ini untuk pertama kali sejak Desember 2003. Bahkan harga minyak dunia diperkirakan bakal ambrol ke level US$ 20 per barel di akhir tahun ini.
 
Dampak dari revisi harga minyak, diakui Bambang, membuat pendapatan negara yang berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) minyak dan gas (migas) serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ikut mengalami perubahan. Dengan demikian, pemerintah membidik penerimaan dari sektor pajak sebagai andalan pendapatan negara di tahun ini. 
 
"Penerimaan minyak sebenarnya sudah mulai kecil. PNBP dari migas di tahun lalu saja sudah tinggal berapa, sehingga kita akan menekankan sumber penerimaan dari pajak," ucap Bambang.
 
Seperti diketahui, dari data Kementerian Keuangan, setiap perubahan atau penurunan ICP 1 dolar AS, maka berpengaruh terhadap pendapatan negara berkurang Rp 3,5 triliun sampai Rp 3,9 triliun. Sementara imbasnya ke PNBP terjadi koreksi Rp 2,7 triliun sampai Rp 3,1 triliun. (Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Kementerian Keuangan merupakan salah satu kementerian negara di lingkungan Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan keuangan negara.

    kemenkeu

  • Harga Minyak

Video Terkini