Sukses

Harga Minyak Jatuh, 3 Negara Ini Jadi Pilihan Investasi

Harga minyak dunia merosot menjadi sentimen baru untuk pertumbuhan bursa saham negara berkembang pada 2015.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia jatuh bak mata dua sisi uang. Penurunan harga minyak dapat menjadi berkah bagi sejumlah pihak, di sisi lain berdampak negatif. Pergerakan harga minyak ini memberi sentimen baru berinvestasi di pasar negara berkembang pada 2015.

Selain masalah rumit lainnya mulai dari perlambatan pertumbuhan ekonomi di China, resesi di Rusia, dan prospek suku bunga Amerika Serikat (AS) lebih tinggi.

Jadi melihat kondisi itu, pasar saham negara berkembang mana yang akan memberikan hasil terbaik?

Berdasarkan pilihan Goldman Sachs, saham India, Turki, dan Taiwan menjadi pilihan utama di pasar saham negara berkembang pada 2014.

"Di 2014, kami berpendapat memilih tempat tepat untuk emerging market akan lebih penting dari pada mengambil pandangan di indeks saham secara agregat. Menuju 2015, kami mempertahankan pandangan yang sama, ada pemenang dan kalah dari penurunan harga komoditas, ekonomi AS yang kuat, dan potensi kenaikan suku bunga The Federal Reserve," kata Caesar Maasry, Head of Emerging Market Equity Strategy Goldman Sachs, seperti dikutip dari laman CNBC, Senin (12/1/2015).

Sebagai importir minyak, Turki dan India mendapatkan keuntungan untuk meningkatkan neraca transaksi berjalannya. Ini jadi pergeseran penting dari defisit yang pernah dialami karena tapering pada 2013.

Maasry menambahkan, dua pasar tersebut juga mendapatkan dorongan dari potensi penurunan suku bunga selama semester I 2015. Dengan inflasi membuka pintu untuk pelonggaran moneter di kedua negara itu.

India dan Turki mencatatkan pertumbuhan bursa saham terbaik pada 2014.  Kedua negara itu masing-masing mencatatkan pertumbuhan 30 persen dan 28 persen. Sebagai perbandingan, indeks saham MSCI Emerging Market melemah hampir 5 persen pada tahun lalu.

Maasry mengatakan, Taiwan merupakan eksportir elektronik terkemuka di dunia. Dengan sentimen yang ada mendapatkan keuntungan dari permintaan di AS. Selain itu, perekonomian domestik Taiwan juga semakin kuat dengan sektor pariwisata berkembang dan konsumsi masyarakat yang bertambah. Indeks saham Taiwan naik 8 persen sepanjang tahun lalu.

Ekonom Senior Lombard Street, Shweta Singh mengatakan, tugas membedakan antara pasar negara berkembang semakin halus sejak tapering/penghentian program pembelian obligasi oleh bank sentral AS. Ketika itu investor mengalami sentimen negatif dari defisit transaksi berjalan.

"Demografi, potensi pertumbuhan, dan keuntungan daya saing merupakan kunci untuk outperformance. Dampak perlambatan ekonomi China, dan komoditas akan lebih baik," kata Singh.

Singh optimistis India dapat menjadi tempat terbaik berinvestasi. Selain itu, ia juga yakin terhadap prospek ekonomi Meksiko, Filipina dan Turki. Sementara itu, Rusia, Brazil dan China dinilai mungkin akan mengecewakan.

"Menyakitkan, penyesuaian secara bertahap dilakukan China akan mempengaruhi pertumbuhan eksportir logam seperti Brazil, Chili, Afrika Selatan, dan tingkat lebih rendah Indonesia termasuk Malaysia karena harga minyak," kata Singh.

Singh juga menilai, Rusia mendapatkan tekanan seiring sanksi keuangan dan harga komoditas melemah. (Ahm/)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini