Sukses

Murahnya Harga Minyak Tak Mampu Dongkrak Ekonomi Global Tumbuh

Moody's memprediksi, harga minyak murah sepanjang 2015 tak akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi global

Liputan6.com, New York - Periode harga minyak murah diperkirakan terus berlangsung sepanjang 2015. Meski harga minyak murah, tapi menurut perusahaan pemeringkat global Moody's Investor Service, kondisi itu diprediksi tak akan mendorong pertumbuhan ekonomi di kebanyakan negara di dunia.

"Harga minyak murah, yang kami prediksi bertaham lama, seharusnya memberikan dorongan pada pertumbuhan global. Tapi bagi negara-negara G-20, kami melihat pertumbuhan domestik bruto (PDB) hanya akan berada di kisaran 3 persen tiap tahun pada 2015 dan 2016," ungkap Senior Vice-President of Credit Policy di Moody's seperti dikutip dari CNBC, Rabu (11/2/2015).

Diron menjelaskan, artinya pertumbuhan negara-negara G-20 tak akan berubah dari 2014 dan dari Global Macro Outlook pada November 2014.

Proyeksi pertumbuhan global Moody's mengacu pada asumsi bahwa harga minyak mentah jenis Brent berada di level US$ 55 per barel pada 2015 di sekitar harga aslinya.

Laporan tersebut menyimpulkan, Amerika Serikat dan India merupakan dua di antara negara-negara yang menerima untung dari harga minyak murah. Pasalnya, perusahaan-perusahaan dan sejumlah konsumen menghabiskan sebagian keuntungan pendapatan riilnya yang diperoleh dari harga minyak murah.

"Kami memprediksi ekonomi AS akan tumbuh 3,2 persen pada 2015 dan 2,8 persen pada 2015. Untuk India, tingginya inflasi merupakan salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir di mana harga minyak akan menurun," terang Diron.

Kondisi tersebut akan memberikan pengaruh positif pada harga minyak. Dia memprediksi pertumbuhan ekonomi India dapat berada di kisaran hampir 7 persen pada 2016, naik dari lima persen tahun lalu.

Sementara bagi negara-negara eksportir minyak seperti Arab Saudi dan Rusia, Moody's mengatakan, rendahnya harga minyak akan terus menekan pertumbuhan ekonomi. Kondisi itu diperparah dengan resesi yang terjadi di Rusia yang diprediksi berlanjut hingga 2017.

Untuk importir seperti China, pajak energi yang lebih tinggi dan harga minyak yang dikendalikan pemerintah akan menekan dampak positif dari harga minyak murah. (Sis/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.