Sukses

Pertempuran Senjata Hingga Ekonomi Bikin Rusia Terpuruk

Sejak menyerang Ukraina dan anjloknya harga minyak dunia membuat Rusia hadapi keterpurukan ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Gencatan senjata yang diluncurkan Rusia terhadap Ukraina beberapa waktu lalu menjadi ujung masalah dari keterpurukan ekonomi negeri yang dipimpin Vladimir Putin.

Kondisi tersebut diperparah anjloknya harga minyak dunia karena sebagian besar pendapatan negara dikontribusikan dari ekspor minyak mentah.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, penurunan harga minyak mentah berdampak signifikan ke Rusia akibat resesi ekonomi dunia dan membanjirnya produksi minyak oleh anggota-anggota OPEC.

Tujuan negara OPEC enggan memangkas produksi minyak mentah karena ingin mematikan shale gas sebagai saingan komoditas minyak.

"Harga minyak dunia turun drastis membuat prospek ekonomi Rusia terkontraksi negatif pada tahun depan. Ini juga yang menyebabkan mata uang Rubel Rusia turun dan Bank Sentralnya mencoba bertahan dengan menaikkan suku bunga," ujar dia di Jakarta, Rabu (17/12/2014).  

Rusia, kata Mirza, telah menyesuaikan suku bunga acuan sebesar 650 basis poin dari 10,5 persen menjadi 17 persen karena banyak aliran modal keluar dari Rusia dan Rubel terpuruk sampai 50 persen terhadap dolar AS.

Di sisi lain, menurut Mirza, Rusia mempunyai masalah politik internasional semenjak negara tersebut menyerang Ukraina dan mendapat sanksi dari Uni Eropa. Persoalan politik ini ikut merembet hingga menenggelamkan ekonomi Rusia.

"Sejak Rusia menduduki Ukraina, terkena sanksi, mata uang Rubel melemah. Bank Sentral Rusia menaikkan suku bunga acuan, melakukan intervensi ke pasar valas hingga cadangan devisa (cadev) tinggal US$ 400 miliar," terang dia.

Lebih jauh Mirza menjelaskan, politik internasional menjadi problem mendasar Rusia sehingga pertempuran ekonomi tak terelakkan lagi. Jika ingin bebas dari belitan masalah tersebut, pemerintah Rusia disarankan untuk menyelesaikan konflik dengan Ukraina.

"Sejak menyerang Ukraina, Rusia mendapat sanksi yang terus berjalan sampai sekarang. Jadi ada pertempuran senjata, dan pertempuran ekonomi saat ini. Ekonomi Rusia kolaps, terpuruk dan membuat sentimen di emerging market menjadi jelek sekarang ini," tegas dia.

Bagaimana dengan Indonesia?. Katanya, Indonesia mempunyai permasalahan berbeda dengan Rusia. Ada secercah harapan besar dari pelaku pasar terhadap pemerintahan baru walaupun terkena imbas dari gejolak ekonomi ini.

"Pelaku pasar ingin melihat fundamental ekonomi Indonesia, kebijakan investasi pemerintahan baru, Joko Widodo terbuka untuk investasi asing, PTSP, peningkatan ekspor perikanan. Kalau ini terealisasi baik, orang akan melihat lagi Indonesia, dan rupiah bisa stabil," tandas Mirza. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini