Sukses

Pelemahan Ekonomi China Tak Bakal Pengaruhi Rupiah

Faktor yang akan membayang-bayangi pergerakan rupiah saat ini adalah kemampuan pemerintah mengendalikan teror.

Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan ekonomi China diyakini tidak akan berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Tekanan justru akan datang menghantam kurs rupiah apabila pemerintah tidak dapat menyelesaikan stabilitas keamanan di Negara ini, termasuk kasus teror bom.

Pengamat Valuta Asing (valas), Farial Anwar mengungkapkan, ekonomi China hanya sanggup bertumbuh 6,9 persen tahun lalu. Kondisi tersebut bakal menurunkan permintaan ekspor Indonesia, mengingat China merupakan negara tujuan utama ekspor komoditas Negara ini.

"Tapi dampak perlambatan ekonomi China tidak terlalu besar terhadap kurs rupiah. Karena Rupiah selama ini sulit menguat karena suply dan demand dolar AS tidak imbang. Hasil devisa ekspor dibiarkan parkir di luar negeri," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (19/1/2016).

Pergerakan rupiah saat ini, sambung Farial, sangat sensitif terhadap stabilitas keamanan di Indonesia. Sebagai contoh kasus ledakan bom Thamrin, Jakarta yang sempat membuat rupiah tergelincir nyaris ke level 14.000 per dolar AS. Namun akhirnya kembali menguat setelah pengumuman penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate).

"Kalau tidak ada penurunan BI Rate, rupiah pasti sudah jungkir balik. Apalagi sekarang ini, masih belum jelas ada skenario apa dibalik pemboman tersebut. Ditambah lagi Dubes AS ke Papua, bikin sentimen apa akan membuat masalah di Papua sehingga bisa memecah belah kita semua," terangnya.

Lebih jauh Farial mengaku, faktor yang akan membayang-bayangi pergerakan rupiah saat ini adalah kemampuan pemerintah dan aparat keamanan untuk mencegah teror bom terulang kembali.

"Sekarang pelaku usaha juga melihat apakah kasus teror sudah selesai, tidak berkembang kemana-mana karena ini menyangkut keamanan di Indonesia," kata Farial.

Dijelaskannya, hampir tidak ada lagi faktor global yang akan mempengaruhi gejolak Rupiah secara berlebihan di tahun ini. Alasannya, Farial bilang, pemicu pelemahan Rupiah terparah pada tahun lalu karena spekulasi kenaikan suku bunga acuan The Fed.

"Gejolak kurs rupiah tahun ini diperkirakan tidak sehebat 2015. Karena tahun lalu kita kan dipermainkan The Fed atas rencana penyesuaian Fed Fund Rate. Rupiah sejak 2013 melemah, dan waktunya recovery," papar Farial.

Dirinya memperkirakan kurs Rupiah tahun ini akan bergerak pada rentang 13.000 sampai 14.500 per dolar AS. Sementara saat ini, pergerakan Rupiah di kisaran 13.800-13.900 per dolar AS. "Tapi saya yakin BI tidak akan membiarkan Rupiah sampai ke level 15.000 per dolar AS. Kalau begitu, keterlaluan. Jangan biarkan mata uang kita seperti itu," harap Farial. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.